Seperti genre musik campursari di atas, mereka ingin membuat produk budaya baru yang diterima masyarakat luas, tanpa kehilangan identitas dan jati diri. Namun proyek semacam ini seringkali tidak berhasil. Ketidakberhasilan itu utamanya pada ‘sentuhan kreatif’ ketika mempertemukan yang lama dengan yang baru. Umumnya yang terjadi adalah usaha yang begitu dominan mempertahanan yang lama atau sebaliknya, terlalu meloncat ke hal-hal yang baru.
Sebagai contoh, ada beberapa daerah yang ingin membangun kota budaya. Mereka memiliki spirit sama yang intinya ingin membawa budaya lama secara eksis dan bersaing dalam tatanan kehidupan kota modern. Proyek kota budaya ini umumnya kurang berhasil. Salah satu faktornya karena terjebak pada usaha mempertahankan eksistensi masa silam.
Langkah ini sesungguhnya bisa dipahami jika proyek ‘nguri-nguri budoyo’ itu sebagai bagian dari gerakan kebudayaan yang lebih luas. Namun jika pembangunan kota budaya hanya berkutat pada proyek mempertahankan budaya lama, itu sama halnya menciptakan museum kebudayaan, karena usaha itu sama halnya melokasir budaya lama sebagai benda sejarah yang dipajang dietalase museum yang ujungnya hanya menjurus pada kota wisata.
Belajar dari musik campursari di atas, membangun kota budaya adalah usaha membawa unsur-unsur budaya lokal ke dalam kehidupan modern. Cara yang ditempuh pertama, haruslah tetap diawali dengan memahami dan menggali esensi tradisi dan budaya yang ada.
Langkah kedua adalah menyelami dinamika kehidupan modern mulai dari yang substansial hingga pernik-pernik yang mewarnai kehidupan tren. Kepahaman atas dua jenis budaya ini kemudian ditandaklanjuti dengan langkah ketiga yakni, melakukan kerja-kerja budaya dengan melakukan sintesa atau penyesuaian kreatif guna mendapat formulasi yang tepat tentang sebuah kota budaya.
Formula tersebut harus membawa dua prasarat utama, pertama spirit, nuansa dan identitas lokal harus tetap terjaga. kedua, akomodasi atas ornamen-ornamen modern sebagai citra dan identitas kekinian.
Hasil dari pembangunan kota budaya akan melahirkan identitas khas pada berbagai aspek kehidupan seperti arsitektur bangunan, kegiatan tradisi, atribut-atribut tertentu dalam kegiatan sosial keagamaan, kegiatan ekonomi dan kerja-kerja budaya masyarakat.
Semua itu bisa berjalan terpadu dan bergerak dalam satu nafas kebudayaan sehingga yang tradisional dan modern menyatu, yang lama dan yang baru melebur dalam formulasi yang pas.




