Scroll untuk baca artikel
Blog

Rakayasa Kota Budaya: Belajar Dari Musik Campursari

Redaksi
×

Rakayasa Kota Budaya: Belajar Dari Musik Campursari

Sebarkan artikel ini

Langkah ini sesungguhnya bisa dipahami jika proyek ‘nguri-nguri budoyo’ itu sebagai bagian dari gerakan kebudayaan yang lebih luas.  Namun jika pembangunan kota budaya hanya berkutat pada proyek mempertahankan budaya lama, itu sama halnya menciptakan museum kebudayaan,  karena usaha itu sama halnya melokasir budaya lama sebagai benda sejarah  yang dipajang dietalase museum yang ujungnya hanya menjurus pada kota wisata.

Belajar dari musik campursari di atas, membangun kota budaya adalah usaha membawa unsur-unsur budaya lokal ke dalam kehidupan modern.   Cara yang ditempuh pertama, haruslah tetap diawali dengan memahami dan menggali esensi tradisi dan budaya yang ada. 

Langkah kedua adalah menyelami dinamika kehidupan modern mulai dari yang substansial hingga pernik-pernik yang mewarnai kehidupan tren.  Kepahaman atas dua jenis budaya ini kemudian ditandaklanjuti  dengan langkah ketiga yakni, melakukan kerja-kerja budaya dengan melakukan sintesa atau penyesuaian kreatif guna mendapat formulasi yang tepat tentang sebuah kota budaya. 

Formula tersebut harus membawa dua prasarat utama, pertama spirit, nuansa dan identitas lokal harus tetap terjaga.  kedua, akomodasi atas ornamen-ornamen modern sebagai citra dan identitas kekinian. 

Hasil dari pembangunan kota budaya akan melahirkan identitas khas pada berbagai aspek kehidupan seperti arsitektur bangunan, kegiatan tradisi, atribut-atribut tertentu dalam kegiatan sosial keagamaan, kegiatan ekonomi dan kerja-kerja budaya masyarakat. 

Semua itu bisa berjalan terpadu dan bergerak dalam satu nafas kebudayaan sehingga yang tradisional dan modern menyatu, yang lama dan yang baru melebur  dalam formulasi yang pas. 

Kalau produk kota budaya ini dianalogkan dengan musik campsari di atas maka hasilnya ‘enak di dengar telinga dan pas dihati’. [Luk]