Beliau sangatlah bersih dan berpenampilan baik, mandi dan mengganti bajunya satu atau dua kali dalam sehari.
BARISAN.CO – Dalam Syarah Syama’il Nabi Muhammad, Abdurrazaq bin Abdil Muhsin mengetengahkan bahwa Rasulullah Saw. mempunyai bentuk yang sempurna.
Betapa Allah telah mengaruniakan kepada beliau dua bola mata yang hitam dan dalam ketika memandang, rambut tebal yang tidak keriting tidak lurus, yang disisir ke belakang. Beliau mempunyai tinggi badan yang sedang, kedua pundak lebar, dan berkulit putih kemerah-merahan.
Dr. Husain Mu’nis, menulis Quraisy dari Kabilah Makkah ke Peradaban Dunia, yang sepanjang tahun hidupnya diabdikan untuk menelusuri sejarah perjalanan Rasulullah Saw. turut menyimpulkan bahwa diam Baginda Nabi itu adalah wibawa. Dan jika berbicara akan didengarkan telinga dan hati. Serta beliau merupakan orator yang pandai menyusun bahasa.
Intinya, ketika kita membaca Sirah Nabi, kita akan merasakan keistimewaan-keistimewaan, tidak hanya perkara fisik, tetapi sisi-sisi keindahan dalam pribadi, diri, cara berpikir, dan perkataan yang tak terbatas.
Beliau sangatlah bersih dan berpenampilan baik, mandi dan mengganti bajunya satu atau dua kali dalam sehari. Rasul suka mencuci baju dan membersihkan rumahnya sendiri.
Suka memakai wangi-wangian dan tidak tampil di hadapan orang, kecuali dalam keadaan rapi.
Tengok saja, ketika Rasulullah Saw. menyusun rencana hijrah ke Madinah, beliau meminta Abdurrahman bin ‘Auf untuk membelikan dua pakaian berwarna putih untuk dirinya dan Abu Bakar, lalu menunggunya di kejauhan Madinah.
Pada pagi hari, saat Rasulullah masuk kota Madinah, beliau salat subuh kemudian bertasbih kepada Allah Swt., lalu mandi sekali lagi dan mengenakan pakaiannya yang putih dan mengenakan serbannya yang bagus yang juga berwarna putih.
Dengan penampilan yang baik dan rapi itulah, beliau Saw. diiring Abu Bakar menemui penduduk Madinah yang telah menunggu di ambang pintu masuk kota.
Dan pula, permintaan terakhir yang beliau minta pada saat menjelang kepulangannya ke pangkuan Ilahi adalah siwak.
Beliau meminta Aisyah, ummul mukminin, untuk memberinya siwak, dan setelah diberi, beliau membersihkan giginya dengan siwak dan kemudian pergi untuk menemui Tuhannya.
Nah, artinya, membicarakan Muhammad Saw., sang manusia pilihan Allah Swt., tak bisa tidak pasti kita akan menemui keutamaan-keutamaan.
Dan memang demikian adanya. Sejarah telah mencatat dengan rapi dan metode ketat tanpa mengada-ada, betapa Allah sungguh telah mempersiapkan beliau untuk mengemban risalah, dan disempurnakan dengan keutamaan, potensi-potensi, bakat-bakat, serta kekuatan.
Sehingga, memungkinkan bagi beliau untuk mengemban amanat risalah dan menyampaikannya kepada manusia dengan cara yang paling baik.
Kalau pun hari ini ada yang menyebut beliau sebagai gambaran pemimpin negara yang sukses, sebagai politikus, sebagai komandan perang, atau pun arsitek strategi perang, ya, bolehlah, tetapi saya pastikan bahwa Baginda Nabi lebih tinggi dari itu semua.
Sekali lagi, Rasulullah Saw. jauh dari itu semua. Siapa pun yang membaca sejarah hidupnya akan mendapati beliau adalah pemimpin dalam peperangan, tapi dalam batas tertentu beliau sebagai seorang petunjuk, pemberi peringatan, pembawa kabar gembira, dan penyeru akan ketunggalan Allah Swt.
Dalam QS Al-Isra: 93, “Katakanlah: Mahasuci Tuhanku, bukanlah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul.”
Pada ayat yang lain, QS Al-A’raf: 188, “Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang beriman.”