Sehingga ia sempat dihukum oleh Pemerintah Belanda, karena Rasuna Said seringkali mengecam Pemerintah Belanda. Bahkan ia tercatat perempuan pertama yang mendapatkan hukuman Speek Delict yakni dihukum oleh sebab menentang Belanda.
Perjuangannya tidak hanya melalui pendirian sekolah dan aktif berorganisasi. Ia juga melakukan perjuangan melalui tulisan sebagai seorang jurnalis. Melalui tulisan-tulisan inilah Rasuna Said menkampanyekan perjuangan dan perlawanannya terhadap pemerintah Belanda.
Rasuna Said pada tahun 1935 menjadi pemimpin redaksi di Majalah Raya, Koran cetak yang dikenal radikal memperjuangkan perlawanan di Sumatera Barat. Gerakan Majalah ini dibungkam Belanda, namun tidak mensurutkan perjuagannya iapun pindah ke Medan pada tahun 1937.
Di kota Medan inilah ia mendirikan perguruan putrid an mendirikan Koran mingguan Menara Poetri yang menyeberkan gagasan dan pemikiran perlawanan. Koran mingguan yang berbicara problematika perempuan ini berusaha memasukan nilai-nilai pentingnya kesadaran pergerakan antikolonialisme.
Akhir hidupnya ia mengidap penyakit kanker darah, iapun menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 2 November 1965. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Rasuna Said mendapatkan gelar Pahlawan Nasional sesuai Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/ Tahun 1974.