Analisis Awalil Rizky

Reforma Agraria Harus Bermuara pada Keadilan Ekonomi

Awalil Rizky
×

Reforma Agraria Harus Bermuara pada Keadilan Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Awalil Rizky

Klaim keberhasilan reforma agraria era oleh Menteri agraria tidak terbukti dalam perkembangan struktur penguasaan tanah. Data penguasaan petani atas tanah justeru memburuk pada periode 2013-2023 menurut sensus Pertanian dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) sebanyak 27,76 juta pada tahun 2023, bertambah dibanding tahun 2013 yang 25,75 juta. RTUP Gurem (menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar) meningkat lebih signifikan. Dari 14,25 juta (55,33%) pada 2013, menjadi 16,89 juta atau (60,84%) pada 2023.

Sebagian besar Usaha Pertanian Perorangan (UTP) bersifat gurem. Terjadi pada semua UTP subsektor pertanian, kecuali Perkebunan. Jika memakai ukuran penguasaan tanah yang layak seluas 2 hektar, maka 90% UTP tidak mencapainya.

Ironinya lagi, khusus rumah tangga usaha pertanian perorangan yang “amat gurem” (menguasai lahan kurang dari 0,1 hektar) bertambah paling pesat. Dari 4,34 juta UTP pada tahun 2013 menjadi 7,39 juta UTP.

Akibatnya, mayoritas rumah tangga miskin dikepalai oleh seseorang yang bekerja pada lapangan usaha di pertanian. Porsinya mencapai separuh (49,89%) dari total rumah tangga miskin pada tahun 2022 menurut data BPS. Bahkan rumah tangga pertanian memiliki tingkat kerawanan pangan yang lebih tinggi (10,78%) dibanding yang non pertanian (7,28%).

Kebijakan Presiden Jokowi belakangan ini justeru terindikasi makin menghambat reforma agraria. Sebagai contoh, demi mendorong Proyek Strategis Nasional telah diterbitkan Perpres 78/2023 yang menganggap rakyat tidak memiliki hak atas tanah yang dikuasainya.

Berbagai kasus terkait tanah dalam status kelola Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang telah lama dikuasai dan dikelola oleh masyarakat tidak memperoleh pengakuan. Seharusnya masyarakat bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan melalui program reforma agraria. Namun dengan dalih pembangunan nasional, justru masyarakat yang mengelolanya bisa diusir dari tanah tersebut, meski dengan santunan. [rif]