BARISAN.CO – DPR bersama pemerintah menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dalam pembahasan tingkat I dan akan dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi Undang Undang.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 24 November. Dalam rapat itu, delapan fraksi menyatakan setuju, sedangkan satu fraksi yakni PKS setuju dengan catatan.
“Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah, apakah naskah RUU tentang KUHP dapat dilanjutkan pada pembahasan tingkat kedua yaitu pengambilan keputusan atas RUU tentang KUHP yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat. Apakah dapat disetujui?,” kata Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir, Kamis (24/11/2022).
“Setuju” jawab anggota.
Sebelum disepakati, Komisi III DPR bersama pemerintah melalui Kemenkumham membahas 23 poin rangkuman draf RKUHP yang diberikan fraksi DPR kepada pemerintah. Kemudian pemerintah menyatakan mengakomodasi masukan Komisi III DPR.
Pasal Penghinaan Presiden
Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Draf rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali disempurnakan oleh pemerintah. Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward O.S. Hiariej mengatakan, penghinaan terhadap pemerintah dalam Pasal 240 tetap terancam pidana penjara paling lama 1,5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Bahkan, kata dia, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah dan menimbulkan kerusuhan maka pidananya akan makin berat, yakni 3 tahun.
“Kita tambahkan penjelasan Pasal 240 yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah presiden RI yang memegang kekuasaan Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD. Yang dimaksud “kerusuhan” adalah suatu kondisi dimana timbul kekerasan terhadap orang/barang yang dilakukan sekelompok paling sedikit tiga orang,” ujar Edward dalam Raker tersebut.
Wamenkumham Edward O.S. Hiariej menambahkan, tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. Ia menyebut, aduan dapat diajukan secara tertulis oleh pimpinan lembaga negara.
Pasal Kontroversi
Sementara itu, draf RKUHP hingga kini masih menuai penolakan dari kelompok masyarakat sipil. Mereka menilai RKUHP masih mengakomodir pasal-pasal yang dapat mengancam demokrasi.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 Kantor LBH mendesak pasal-pasal yang antidemokrasi di dalam RKUHP dihapus.