Scroll untuk baca artikel
Blog

Romo Paschal Dilaporkan Wakabinda Kepri Atas Pencemaran Nama Baik, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Redaksi
×

Romo Paschal Dilaporkan Wakabinda Kepri Atas Pencemaran Nama Baik, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Sebarkan artikel ini

Calon pekerja dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara, misalnya, kata Andi, biasanya dikumpulkan di Batam, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau sebelum dikirim ke negara-negara tujuan, seperti Malaysia, Singapura, dan bahkan sampai Afrika.

Data yang diambil dari berbagai sumber menyebutkan, sekitar 2% dari pekerja migran Indonesia adalah korban perdagangan manusia. Saat ini ada sekitar 3-4 juta pekerja migran yang tersebar di berbagai negara.

Menurut International Organization for Migration (IOM) sudah menangani 6.651 orang korban perdagangan manusia (human trafficking) sejak Maret 2005 hingga Desember 2014 di Indonesia. Modus yang paling sering digunakan yaitu pekerjaan dengan gaji tinggi.

Sementara, tren baru perdagangan termasuk anak-anak adalah bentuk eksploitasi seksual komersial di wilayah penambangan di Maluku, Papua dan Jambi. Berdasarkan, sumber pemerintah dan non pemerintah juga melaporkan peningkatan jumlah pekerja tanpa dokumen ke luar negeri dikarenakan perluasan penggunaan dokumen perjalanan biometric yang menyebabkan pemalsuan dokumen menjadi lebih sulit, sehingga menjadi mahal untuk didapat.

Celakanya, anak-anak yang tidak memiliki akta kelahiran resmi rentan terhadap perdagangan manusia.

“Lantaran pengawasan praktik perdagangan manusia berkaitan dengan lintas departemen, maka saya kira bukan saja oknum BIN terlibat di dalamnya tapi juga melibatkan para penegak hukum lain seperti Kejaksaan, Kemenkumham, Polri bahkan TNI. Sebab, praktik operasi ilegal dari perdagangan ini mampu menghasilkan puluhan miliaran rupiah,” jelasnya.

Sementara, implementasi UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Andi katakan, dinilai tak begitu efektif menjerat pelakunya.

Ada pun yang membuat madulnya implementasi UU Nomor 21/2007, Andi menuturkan ada beberapa faktor. Pertama, faktor kesadaran korban.

“Mayoritas korban trafficking sadar, bahkan mau membayar puluhan juta untuk bisa diperdagangkan lantaran iming-iming gaji yang besar. Sebab, sekali pun mereka diperkerjakan sebagai PSK, mereka tetap mau saja, namun apabila dalam hal ini yang menjadi korban adalah orang dewasa (usia 18 tahun ke atas), maka unsur-unsur trafficking yang harus diperhatikan adalah proses (pergerakan), modus, dan tujuan eksploitasi),” paparnya.

Faktor yang kedua yaitu lemahnya pengawasan pada pintu-pintu masuk-keluar yang menjadi lalu lintas migran transnasional. Lemahnya pengawasan ini, Andi duga karena faktor aparat imigrasi yang sengaja mengendurkan pengawasan maupun keterlibatan mereka dalam praktik trafficking.