Scroll untuk baca artikel
Terkini

RUU KUHP Dinilai Ancam Kemerdekaan Pers, Dewan Pers: Jurnalis Jadi Objek Kriminalisasi

Redaksi
×

RUU KUHP Dinilai Ancam Kemerdekaan Pers, Dewan Pers: Jurnalis Jadi Objek Kriminalisasi

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Dewan Pers menilai sejumlah pasal yang ada di Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah mengancam kebebasan pers di Indonesia. Setidaknya terdapat sembilan pasal yang jika disahkan pasal tersebut dapat mengancam kemerdekaan pers.

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan, pada 2017 pihaknya telah menerima draf RUU KUHP dan melakukan upaya pemahaman RUU tersebut. Dewan Pers, kata dia, menyampaikan delapan poin keberatan terhadap draf RUU KUHP tersebut.

Azyumardi menjelaskan bahkan Dewan Pers sudah menyampaikan catatan keberatan itu kepada Ketua DPR Puan Maharani pada September 2019. Namun, delapan poin usulan itu sama sekali tidak diakomodasi dalam draf final saat ini.

“Kita lihat pasal-pasal ataupun poin-poin yang sudah disampaikan tahun 2019 kepada Ketua DPR itu sama sekali tidak berubah,” kata Azyumardi Azar di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2022).

Azyumardi mengatakan saat ini ada sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers. Dia menyebut jurnalis saat ini menjadi objek delik dan objek kriminalisasi.

“Jadi intinya itu sekarang ini ada 10 atau 12 lah pasal ataupun bagian-bagian atau isu-isu yang kemudian membelenggu kebebasan pers itu. Jadi jurnalis sekarang memang menjadi objek delik, bisa objek delik dan objek kriminalisasi sekarang ini,” katanya.

Jika Media Mengkritik Pemerintah Harus Disertai Solusi

Mantan Rektor UIN Jakarta itu menegaskan, di dalam pasal-pasal RUU KUHP yang baru, media dilarang memuat tulisan yang mengkritik pemerintah. Dia menyebut, walaupun ditulis, harus disertai dengan solusi.

“Misalnya juga tidak boleh lagi mengkritik atau memuat kritik media-media itu kecuali kritik itu disertai dengan solusi. misalnya begitu,” katanya.

“Jadi kalau misalnya pers memuat itu, kepada kekuasaan yang bersifat umum, jadi bukan hanya Presiden dan Wakil Presiden, tapi juga ke pemberitaan umum yang ada di bawah itu. Bahkan sampai ke tingkat yang paling bawah itu tidak bisa. Kalau kita mengkritik ya boleh mengkritik tapi harus ada solusinya. Oleh karena itu, media yang memuat kritik tapi tidak ada solusi itu bisa kena delik,” sambungnya.

RUU KUHP yang Baru Lebih Berbahaya

Lebih lanjut, Azyumardi mengatakan RUU KUHP saat ini dinilai lebih berbahaya. Dia menyebut RUU KHUP dapat mengancam kebebasan pers dan kebebasan beraspirasi sehingga Dewan Pers meminta sejumlah pasal untuk dihapuskan.

“Jadi bahwa RUU KUHP saat ini yang sekarang jauh lebih berbahaya dan lebih sangat berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan beraspirasi dengan demikian pers kita tidak lagi bisa memainkan peran sebagai kekuatan check and balance kekuatan yang bisa memberitakan hal-hal yang memang perlu diperhatikan oleh pemerintah termasuk di dalam menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah,” katanya.

Pasal-pasal yang diharapkan untuk dihapus

Berikut pasal-pasal RUU KUHP yang mengancam kemerdekaan pers dan mengkriminalisasikan karya jurnalistik:

  1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara
  2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden
  3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum)
  4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Berita Bohong
  5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan
  6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan
  7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
  8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan: pencemaran nama baik
  9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran [rif]