4. Butuh Peta Jalan Pendidikan Nasional Dulu
P2G menilai Kemdikbudristek butuh membuat Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN), yang memuat rancangan besar rencana dan pengelolaan pendidikan nasional Indonesia, sebelum RUU Sisdiknas.
“Oleh karena itu RUU Sisdiknas sebenarnya hanya salah satu bagian saja dalam mencapai tujuan negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. PJPN sebagai induknya, sedangkan UU Sisdiknas salah satu bagian turunannya,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
5. Persoalan Pendidikan dan Guru yang Perlu Dibenahi Dulu
Satriwan mengatakan, masih banyak persoalan pendidikan dan guru yang mestinya segera dibenahi Kemdibudristek ketimbang membuat UU Omnibus ini. Contohnya yakni pemulihan pembelajaran pasca pandemi dan learning loss. H
P2G mencatat, Asesmen Kompetensi Minimum (2021) menunjukkan 50 persen siswa Indonesia belum mencapai kompetensi minimum dalam literasi. Adapun 2 dari 3 siswa belum mencapai kompetensi minimum dalam numerasi.
Sementara itu, data survei Bank Dunia (2020) mendapati hasil pengetahuan guru dalam bahasa Indonesia dan matematika “rendah”, dan pedagogi “sangat rendah”. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) juga masih terus di bawah angka 60.
“Ini dulu mestinya prioritas diselesaikan Kemdikbudristek, bukan membuat RUU omnibus law pendidikan. Rasanya RUU Sisdiknas layak ditunda pembahasannya,” kata Satriwan.
6. Belum Beri Solusi Konkret untuk Masalah Guru Honorer, Swasta, dan PPPK
RUU Sisdiknas juga belum belum memberi solusi konkret atas persoalan guru honorer, guru swasta, dan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di sisi lain, jalannya proses pembelajaran di sekolah ditopang para guru honorer yang diupah ala kadarnya hingga tidak manusiawi.
“Mestinya RUU Sisdiknas memberi solusi permasalahan guru honorer di tanah air, mengingat ratusan ribu guru honorer diupah rendah di bawah UMP/UMK. Tak satupun pasal di dalamnya memuat klausul tentang upah minimum guru non ASN,” ucapnya.
Menurutnya, P2G masih meragukan RUU Sisdiknas akan mengangkat harkat dan martabat guru di tanah air. P2G juga sangat menyayangkan, keberadaan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai kampus pencetak tenaga guru dan tenaga kependidikan hilang dari RUU Sisdiknas.
Padahal keberadaan LPTK dimuat dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang masih berlaku.
“Kami menilai Kemdikbudristek mencampakkan begitu saja LPTK. Padahal sudah puluhan tahun mencetak puluhan juta guru yang mendidik anak bangsa,” pungkasnya. [rif]