PERUBAHAN itu hal biasa. Tiap masa selalu terjadi perubahan. Tapi perubahan yang berlangsung cepat, bertubi-tubi dan menggerus tatanan yang sudah ada. Itu tak biasa. Tak ada preseden sebelumnya.
Namanya disrupsi. Itulah era baru saat ini. Berbeda dari sebelumnya, perubahan saat ini didorong oleh kecepatan inovasi teknologi berbasis internet. Pada era ini tak ada lagi tatanan atau produk yang mapan dan stabil. Semua potensial tergerus, tergusur bahkan tenggelam.
Untuk waktu lama orang mendengar lagu melalui kaset. Produk pemutar lagu menggunakan pita magnetik ini booming sejak tahun 70an dipaksa selesai ‘masa tugas’nya oleh kehadiran ‘lempengan’ CD dan VCD awal 2000an. Teknologi cakram optik ini mampu menyimpan banyak lagu dengan suara lebih jernih. Tapi keberadaan Industri musik berbasis fisik ini tak lama bertahan. Kehadiran media digital membuat cd maupun vcd ‘pensiun dini’. Platform baru musik digital macam sportify adalah salah satu aktor baru.
Cerita industri musik di atas hanya satu contoh bagaimana ‘hukum disrupsi’ bekerja. Banyak produk teknologi bertumbangan oleh pendatang baru yang lebih inovatif dan progresif. Anda hari ini tak menjumpai lagi keperkasaan blackberry, kodak, xerox, polaroid, yahoo dll. Anda juga tak banyak menemui lagi browser populer era 90an macam internet explorer atau netscape. Pun anda juga tak menjumpai medsos macam friendster.
Baru-baru ini, satu sinyal negatif dikemukakan Bill Gates. Icon gadget dunia ini memberi prediksi tamatnya smartphone. Sesuatu yang terdengar muskil. ‘Kotak ajaib’ yang hari ini banyak manusia tak bisa pisah dan relatif tergantung, tak akan lama lagi akan tergantikan.
Dunia pendidikan salah satu yang hari ini alami tekanan. Tahun lalu, sekitar akhir November 2022, satu produk baru lahir. Namanya ChatGPT. Dikeluarkan oleh perusahaan OpenAI. Sebuah inovasi berbasis teknologi artificial intellegence. Semacam robot pintar yang bisa bercakap dan menjawab apa saja secara runtut dan sistimatis.
Inovasi teknologi baru ini telah bikin kalangkabut dunia pendidikan. Pasalnya ‘mesin pintar’ ini mampu menjawab pertanyaan apa saja termasuk ujian sekolah. Tak hanya di dalam negeri, di luar negeri kehadiran inovasi kecerdasan buatan ini telah membuat kerisauan. Departemen pendidikan New York misalnya, telah melarang kehadiran produk teknologi baru ini. Konon, pihak berwenang telah memblokir chatGPT untuk kepentingan pendidikan. Dari dalam negeri, ChatGBT mulai ramai diperbincangkan.
Meski produknya telah membikin heboh dunia, sang kreator sekaligus CEO OpenAI, Sam Altman, belum puas dengan hasil kerjanya. ChatGPT sedang terus dalam penyempurnaan. Publik dunia pasti terus memantau perkembangan mesin pintar ini dan tentu disertai was-was akan kemungkinan dampak yang terjadi. Kehadiran ChatGPT diprediksi bahkan menggusur banyak hal. Diperkirakan sejumlah kalangan, jika tidak segera berinovasi, google akan tumbang dalam dua tahun.
Selain itu banyak pekerjaan akan tergantikan oleh kehadiran mesih pintar ini. Salah satu yang diprediksi bakal tergusur adalah guru/dosen. Jika fungsi guru/dosen hanya transfer ilmu semata, maka ChatGPT pasti bisa menggantikannya dengan lebih baik.
Bagaimana pendidikan Indonesia menghadapi era disrupsi yang penuh peluang sekaligus kejam ini? Sebuah pertanyaan yang tak kalah merisaukan. Kehadiran ChatGPT sudah sangat merisaukan dunia pendidikan. Tapi pertanyaan tentang bagaimana pendidikan Indonesia saat ini jauh lebih merisaukan.
Betapa tidak, untuk kurun 20 tahun terakhir, prestasi pendidikan Indonesia selalu berada dalam jajaran terburuk di dunia. Berdasar hasil asesmen PISA (Programme for International Student Assessment) yang dikeluarkan Oraganisasi OECD, di mana Indonesia didalamnya. Mutu pendidikan Indonesia selalu berada diurutan butut untuk bidang literasi, matematika dan sain. Atas capaian ini Bank Dunia bahkan meramal Indonesia dalam posisi tak siap menghadapi era global.