Bahkan awal di pesantren dulu, ada tes baca Qur’an. Aku berhadapan dengan orang-orang pintar. Kebetulan pula yang dibaca surat al-Baqarah dan aku menghafalnya. Tanpa pikir panjang aku membacanya dan ternyata aku salah membaca. Aku membaca bismillahi rahmanirahim keliru membaca bismillah rabbilalamin. Sungguh merah padam mukaku, dan akupun keluar dari majlis ilmu.
Lulus dari pesantren dan mendapatkan ijasah SMA. Puji syukur, akhirnya saya bisa mengenal huruf arab. Dan membawa amalan dari Kyai Irfan. Waktunya aku melanjutkan studi lanjut ke perguruan tinggi. Aku bingung memilih perguruan tinggi di semarang. Pada akhirnya akupun melanjutkan studi di IAIN Walisongo Semarang. Sekolah berbasis agama yang dulu sering aku takuti. Namun aku berusaha enjoy belajar disana.
Belum genap satu semester bapakku meninggal. Aku menjadi orang linglung, memikirkan berbagai macam hal tentang bagaimana aku melanjutkan studi sedankan aku tidak punya biyaya. Aku hanya bisa berdoa dan menerima kepergian bapakku.
Aku sempat aktif di Ukm Teater, disanalah aku mendapatkan teman-teman baru. Temanku selalu menasehatiku, semua pasti ada jalannya masing-masing. Aku tetap melanjutkan studi.
Taukah engkau, setelah kepergian bapakku. Ilmu yang kau dapatkan di pondok pesantren, semua hampir sirna. Aku menjadi orang hilang ditengah hutan rimba, hidupku semakin kacau dan rumit. Walau di kota sendiri aku kuliah, namun aku kontrak sama teman-teman. Karena perjalanan dari daerahku menghabiskan waktu hampir dua jam.
Minum-minuman keras telah membakar tubuhku. Diskotik acara konser musik aku sangat mengemarinya. Karena aku seperti mendapatkan surga dunia. Minimal setiap satu minggu sekali aku pasti meminum barang haram itu.
Bahkan temanku ada yang menawariku obat-obatan terlarang. Namun karena aku anak orang miskin, aku tidak mencobanya. Temanku tetap mendesak, soal uang itu urusan gampang, katanya. Namun aku masih punya prinsip, itu barang mahal. Mampuku hanya membeli minuman yang nikmat ini dan menghangatkan tubuhku.
Badanku semakin kurus, bahkan kuliahku sempat terhenti dua semester. Di kampus aku mendapatkan julukan preman kampus. Julukan itu saya dapatkan dari salah satu dosen musuhku, ia selalu memebriku nilai E. Kebetulan juga aku gemar berkelahi.
Inilah kehidupan sebenarnya, aku sangat menikmati setiap kali mencoba minuman haram, apa lagi ditemani wanita-wanita cantik. Bertengkar dengan teman beda ukm dan bahkan orang lain.
Betapa malang nasibku, ketika mengendarai montor pinjaman dengan keadaan yang kurang sadar. Aku terjatuh dari montor dan semua tubuhku penuh dengan tinta warna merah. Namun aku tidak masuk rumah sakit, karena tentu biyaya sangat mahal. Kaki dan tangaku hampir patah, untung saja temanku ahli pijat soal saraf dan tulang.