Scroll untuk baca artikel
Terkini

Sampai Kapan Perdesaan di Indonesia Harus Menerima Internet Lemot Sebagai Nasib?

Redaksi
×

Sampai Kapan Perdesaan di Indonesia Harus Menerima Internet Lemot Sebagai Nasib?

Sebarkan artikel ini

Hal ini sebenarnya sudah diperingatkan pula oleh Bank Dunia dalam laporannya berjudul Beyond Unicorns: Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia. Dikutip dari Kompas, Bank Dunia mencontohkan kasus pada 2019, yaitu sebanyak 62 persen orang dewasa di perkotaan terhubung internet, sementara di perdesaan sebesar 36 persen. Pada 2011, orang dewasa yang terkoneksi dengan internet di perkotaan dan perdesaan masing-masing 20 dan 6 persen.

Banyak faktor mengapa desa tidak mendapatkan cukup sinyal internet. Umumnya disebut hal-hal yang bersifat geografis seperti ketinggian, jarak, letak, dan kontur wilayah.

Namun di luar itu, sebetulnya ada pula faktor lain yang tak kalah berpengaruh seperti keberadaan menara base transceiver station (BTS) maupun kolaborasi antara pemerintah dan swasta.

Dalam konteks kolaborasi, pemerintah lewat Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengatakan telah meminta swasta untuk menjadi bagian dari solusi pemerataan layanan internet di Indonesia. Oleh karena itu Johnny menyebut, hampir memastikan, bahwa pemerataan akan terealisasi sekurang-kurangnya pada akhir 2022 mendatang.

Johnny mengatakan, hingga saat ini ada sebanyak 12.538 wilayah yang belum terjangkau layanan internet. Dari jumlah itu, pemerintah akan membangun jaringan di 9.113 wilayah, sedangkan 3.445 sisanya yang merupakan wilayah komersial menjadi tanggung jawab swasta.

Barang tentu harus dipahami bahwa proses dari mengatasi kesenjangan infrastruktur internet perlu upaya bertahap. Yang terang, internet harus mampu diakses secara inklusif. Setiap orang atau kelompok harus memiliki kemudahan dan mendapatkan manfaat dari mengaksesnya, terutama masyarakat perdesaan. [dmr]