Scroll untuk baca artikel
Blog

Sejarah dan Motivasi Pelaku Bom Bunuh Diri

Redaksi
×

Sejarah dan Motivasi Pelaku Bom Bunuh Diri

Sebarkan artikel ini

Ketika niat itu dimanifestasikan melalui bom bunuh diri, hal ini berlanjut mengubah pelaku menjadi korban serangan.

Dalam keadaan normal, keinginan balas dendam mereda dan berlalu. Namun, di lingkungan yang dilanda konflik, keluhan dan ketidakadilan lebih mudah menjadi katalis untuk mencari kesyahidan.

Selain psikologis, jurnal berjudul “Intrinsic and External Factors and Influences on the Motivation of Suicide Attacker” menyebut, ada motivasi lainnya yang mendorong pelaku bom bunuh diri, yaitu motivasi agama, imbalan finansial dan status bagi keluarga penyerang, distorsi teologi, dorongan selama masa pelatihan, dan lain-lain.

Namun, ilmuwan sosial, Diego Gambetta mengatakan, misi bunuh diri menunjukkan keragaman sifat, sehingga pencarian kejelasan menyeluruh tentang kejadian dan polanya tampak sia-sia.

“Banyaknya fakta dan argumen bahkan mungkin membuat bertanya-tanya, apakah misi bunuh diri harus diperlakukan sebagai fenomena tunggal daripada beberapa,” ujarnya.

Memang motivasi, seperti balas dendam, agama, dan imbalan finansial bisa menjadi faktor kuat bagi pelaku bom bunuh diri, namun biasanya tidak cukup mendorong seseorang membunuh dengan mengorbankan nyawanya sendiri. Tidak semua penyerang bunuh diri tunduk pada pengaruh dan tekanan dari luar.

Motivasi paling umum di seluruh lokasi kejadian bom bunuh diri tampaknya adalah represi parah oleh rezim, asimetri kekuatan yang mengakibatkan perasaan putus asa, dan kurangnya peluang kesuksesan di masa depan.

Penting untuk dicatat, ada pengecualian untuk setiap motivasi terorisme bunuh diri. Ada banyak penyerang yang tidak sesuai dengan profil demografis atau psikologis yang diprediksi atau memiliki motif agama. Beberapapa direkrut dan dilatih di usia sangat muda dan yang lain dapat menyerang di usia dewasa tanpa perlu persuasi atau perekrutan.

Tidak semua keluarga diberi penghargaan dan beberapa dihukum oleh pihak berwenang. Kurangnya kesesuaian dan konsistensi ini mengakibatkan sulitnya membuat profil penyerang bunuh diri potensial dan menghalangi langkah kontra-terorisme.