Scroll untuk baca artikel
Blog

Sejarah dan Motivasi Pelaku Bom Bunuh Diri

Redaksi
×

Sejarah dan Motivasi Pelaku Bom Bunuh Diri

Sebarkan artikel ini

Motivasi Pelaku Bom Bunuh Diri

Dalam pemahaman klasik Jenderal Carl von Clausewitz tentang perang, hasrat dan nalar ada kecenderungan yang diperlukan dari kekerasan politik yang terorganisir. Gairah mengilhami kesediaan orang untuk berpartisipasi dalam kekerasan sampai batas membunuh atau dibunuh, sementara akal mengimbangi hasrat untuk kekerasan, menampilkannya sebagai alat untuk mencapai tujuan, sehingga mencegahnya menjadi tujuan akhir itu sendiri.

Kefanatikan berkorban seperti itu biasa terjadi dalam sejarah konflik bersenjata, tetapi penggunaan manusia sebagai sistem panduan, bukan sebagai pejuang, relatif baru. Bom manusia pertama tidak tiba di tempat kejadian sampai tak lama setelah bom konvensional pertama kali digunakan oleh kelompok militan.

AOAV mengungkapkan, ada beberapa faktor psikologis yang mendorong bom bunuh diri. Penghinaan dan kehormatan menjadi peran kunci bagi organisasi dan invidu dalam membentuk kultus bom bunuh diri. Penghinaan adalah pengalaman emosional yang kompleks yang berperan pada tingkat individu dan komunal. Itu didasarkan pada persepsi harga diri dan martabat.

Bukti menunjukkan, kekerasan, penyiksaan, pendudukan, penindasan keras, kemiskinan, pelanggaran kehormatan, ketidakberdayaan, dan semua keluhan kolektif dapat menjadi sumber utama penghinaan dan memicu kampanye bom bunuh diri.

Sumber penghinaan lainnya, seperti interogasi massal dan penggeledahan rumah secara acak. Terkait penghinaan, ada kesempatan untuk menebusnya. Dalam rekaman video pernyataan para martir, penebusan dosan sering disebutkan sebagai motivasi menyerang.

Organisasi juga memanipulasi keinginan penebusan itu untuk merekrut mereka. Seiring datangnya kesempatan penebusan, datanglah kesempatan menjadi pahlawan.

Pelaku bom bunuh diri saat ini mungkin tidak dimuliakan seperti di masa lalu, namun organisasi jihad masih mengagungkan konsep itu dan pelaku bom sering memperjuangkan status heroik.

Terakhir, motivasi balas dendam. Sejarah pelaku bom bunuh diri sering kali mencakup peristiwa yang mungkin dipilih seseorang untuk bunuh diri. Peristiwa itu bisa berupa ancaman, penyerangan, kehilangan orang terdekat, atau ketidakadilan.

Penelitian psikologis tentang balas dendam mengungkapkan, individu sering bersedia berkorban untuk balas dendam. Secara demografis, laki-laki cenderung lebih memiliki sikap ini. Kaum muda lebih bersedia untuk balas dendam ketimbang orang yang lebih tua.

Ketika niat itu dimanifestasikan melalui bom bunuh diri, hal ini berlanjut mengubah pelaku menjadi korban serangan.