Scroll untuk baca artikel
Kolom

Sejarah Sebagai Nilai dalam Sumpah Pemuda

Redaksi
×

Sejarah Sebagai Nilai dalam Sumpah Pemuda

Sebarkan artikel ini

PARA ahli mengatakan, sejarah bukan semata data tapi lebih sebagai nilai. Tetra novel Pramoedya Ananta Toer adalah karya sejarah yang menjumbuhkan nilai perjuangan rakyat melawan kolonialisme feodalisme.

Meski pun kalah, tapi dialog Pram merupakan penyadaran sosial historis: kita kalah tapi kita sudah melawan dengan sebaik-baiknya.

Kalimat atas kesadaran post struktural atas kenyataan bahwa, kolonialisme feodalisme terus membangun tiang-tiang baru hingga era orde baru.

Sungguh menakjubkan, di 1928 para pemuda memiliki kesadaran nilai yang mesti ditegakkan. Penyadaran yang justru diperjuangkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 1945.

Yakni melalui Sumpah Pemuda yang terdiri dari tiga nilai dasar kemerdekaan. Bertanah air satu: tanah air Indonesia. Berbangsa satu: bangsa Indonesia. Berbahasa satu: bahasa Indonesia.

Bahwa kenyataan kongres kala itu adalah merupakan kemerdekaan sebagai nilai. Jadi sebenarnya lah, secara nilai Indonesia sudah berikrar merdeka di 28 Oktober 1928.

Pengikrarnya antara lain: Soegondo Djojopoespito (Ketua), Mohammad Jamin (Sekretaris), Amir Sjarifoeddin (Bendahara), Johannes Leimena (Pembantu).

Setelah sekian puluh tahun, secara institusi baru Indonesia memproklamasikan kemerdekaan di 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia yang diatasnamakan Soekarno-Hatta.

Jarak waktu memang soal waktu, tapi kemerdekaan Indonesia secara nilai dan institusi politik kebudayaan sebenarnyalah integral. M Jamin dengan gencar menulis apa yang disebut tanah air, melalui konsep kenusantaraan.

Sekaligus menulis sejarah raja dan kerajaan di nusantara untuk menumbuhkan nasionalisme. Bagaimana perjuangan Gadjahmada dengan sumpah Palapanya: tidak akan makan buah palapa sebelum menyatukan nusantara.

Nusantara dari Sabang sampai Merauke, atau dari Talaud hingga Rote. Disamping penyadaran, tentunya akan nilai dan institusi keindonesiaan yang diingatkan sejak Sumpah Pemuda dengan tiga nilai kemerdekaannya: satu tanah air satu, satu bangsa, satu bahasa.

Masihkah kita bicara, presiden Indonesia harus orang Jawa. Masihkah kita terus membangun tiang-tiang baru kolonialisme feodalisme?***