Scroll untuk baca artikel
Kolom

Ulang Tahun Teater Lingkar ke 43

Redaksi
×

Ulang Tahun Teater Lingkar ke 43

Sebarkan artikel ini

TEATER Lingkar Semarang merayakan ulang tahun ke 43. Satu perjalanan grup teater yang harus kita puji daya tahan dan konsistensinya. Sudah ratusan pementasan yang dilakukan, Lingkar tetap bertahan pada pertunjukannya yang setia pada seni drama dan bentuk teater rakyat.

Pementasan lakon seperti “Orang-Orang Kasar” atau “Penagih Hutang” (Anton Checov), menunjukkan kesetiaan penyutradaraan dan keaktoran yang merujuk pada bentuk dramoi. Lalu penggarapan lakon “Nyi Panggung”, “Ronggeng Keramat” hingga Gerbong” (Eko Tunas) menunjukkan kesetiaan pada bentuk teater rakyat.

Adapun pada pementasan lakon seperti “Kursi-kursi” dan atau “Laron-Laron” (Prie Gs), Lingkar memadukan antara seni drama dan bentuk teater rakyat. Termasuk dalam penggarapan beberapa naskah karya Giwing Purba, juga Joni Nantono.

Maston sebagai sutradara tampaknya punya kiat tersendiri, dalam menafsir teater sebagai komunikasi. Bagaimana dalam setiap penggarapannya, dia berusaha mendekatkan teater dengan penonton umum. Jadi ada batas dramaturgi (Bolelavsky, Stanilavsky, Grotovsky) yang ia lenturkan, demi mencapai satu bentuk pertunjukan yang dekat dengan publiknya.

Pun para aktornya, dengan jam terbang tinggi, mampu menerjemahkan keinginan dan konsep sang sutradara. Mereka bermain dalam permainan yang telah ‘menjadi’ — untuk tidak sekadar menyebut nature. Sebutlah dari nama paling senior Budi Bobo, hingga yang yunior Sindhunata Gesit.

Satu ciri Lingkar yang paling menarik ialah kekuatan improvisasinya. Lingkar pantang menganggap satu adegan gagal karena satu hal. Misalnya, dalam lakon “Menunggu Tuyul” yang pernah dipentaskan di Gedung Pemuda Semarang, pemain utama (Widi) terlambat datang. Mereka tetap mulai pertunjukan, dan di tengah itu Widi datang, yang lain pun mendamprat keterlambatannya.

Atau dalam pementasan “Nyi Panggung”, ada satu tokoh yang dihadirkan, padahal dalam naskah tidak ada. Dimainkan oleh Anto Galon yang bertubuh PSK (Pria Seratus Kilo). Dia bermain sebagai tokoh anak yang bagai bayi ajaib berimprovisasi serupa Thor, dan memang sangat mengundang gerr penonton. Hingga dia terjeblos level, saking berat tubuhnya, dan ia tetap sanggup berimprovisasi: baru ini kali Thor jatuh!

Lingkar banyak mementaskan naskah penulis Semarang yang bertema kritik sosial, bahkan politik. Tapi dengan ciri ‘bermain – main tapi menjadi’ itu — untuk tidak sekadar menyebut daya improvisasi — kritik paling tajam pun tersampaikan secara cair penuh canda tawa. Tentu tanpa mengurangi kekuatan dramoi dan bentuk teater rakyatnya.

Selamat ulangtahun ke 43 Teater Lingkar, semoga tetap berjaya dalam proses dan sikap hidup berkeseniannya, teteg-tekun-teken-tekan. Terutama dalam proses kelanggengan waktu, sesuai sesantinya: karyamu adalah ibadahmu.*