Scroll untuk baca artikel
Blog

Sejarah Susu Formula dan Skandal Nestle

Redaksi
×

Sejarah Susu Formula dan Skandal Nestle

Sebarkan artikel ini

Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperkirakan, memberi susu formula kepada anak yang hidup dalam kondisi penuh penyakit dan tidak higienis memiliki kemungkinan antara 6 hingga 25 kali lebih besar untuk meninggal karena diare dan 4 kali lebih mungkin meninggal karena pneumonia daripada anak yang disusui.

Sedangkan, di negara maju, anak yang diberi susu formula juga memiliki 25 persen peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan bayi yang disusui.

Masalah lainnya, ibu cenderung menggunakan susu formula lebih sedikit dari takaran sebenarnya. Ini mengakibatkan bayi menerima jumlah yang tidak memadai. Namun demikian, meski air direbus dan susu formula diberikan dalam proporsi dan jumlah tepat, bayi masih kekurangan banyak nutrisi dan antibodi yang disediakan ASI.

ASI mengandung jumlah nutrisi yang bermanfaat untuk perkembangan saraf (otak dan saraf) dan sampai batas tertentu melindungi bayi dari banyak penyakit dan infeksi potensial.

Jaringan Aksi Makanan Bayi Internasional (IBFAN) menyebut Nestle menggunakan metode yang tidak etis untuk mempromosikan susu formula di negara berkembang.

IBFAN mengklaim Nestle mendistribusikan produk gratis di rumah sakit dan bangsal bersalin. Setelah keluar dari RS, tidak lagi gratis. Tetapi, karena suplemen telah mengganggu laktasi, keluarga haus tetap membeli susu formula. Nestle menyangkal tuduhan itu.

Perusahaan asal Swiss itu justru meminta para kritikus berfokus meningkatkan pasokan air yang aman.

Skandal formula bayi muncul ke tahun 1977, saat itu Nestle dituduh memanipulasi ibu yang melahirkan. Dalam kampanyenya, Nestle meyakinkan publik bahwa susu formula lebih baik dari AS. Aktivis di seluruh dunia menyerukan untuk memboikot Nestle karena berperilaku tidak etis dan menjalankan kampanye dengan informasi tidak akurat tentang produknya.

Pada Februari lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, marketing industri ini mencapai US$55 miliar. Hasil penelitian WHO, UNICEF, dan mitranya menemukan, pemasaran susu formula tidak mengenal batas. Menyalahgunakan dan mendistorsi informasi yang memengaruhi keputusan dan praktik.

Selama sekitar 40 tahun, sebagian besar negara secara kolektif gagal mengabaikannya. Mereka mengejar penjualan dan kepentingan pemegang saham di atas kesehatan dan hak anak serta keluarga.

Laporan itu juga menjelaskan, praktik pemasaran yang dilakukan mengeksploitasi ketidakpastian yang menyebabkan ibu dan orang tua mengubah pandangannya. Semua sektor pemerintah termasuk kesehatan, tenaga kerja dan perdagangan, kesehatan profesional dan asosiasi, serta investor harus memenuhi tanggung jawabnya dan mengarahkan pengaruh untuk menuntuk praktik yang memprioritaskan anak dan orang tua di atas kepentingan komersial. [rif]]