BARISAN.CO – Selama awal abad ke-20, menyusui mulai dipandang negatif terutama di Kanada dan Amerika Serikat. Itu dianggap sebagai praktik kelas bawah dan tidak berbudaya. Penggunaannya meningkat setelah Perang Dunia II.
Jauh sebelum botol dan susu formula diciptakan, banyak orang tua mempekerjakan perawat basah. Itu terjadi sejak tahun 2000 SM di mana mereka menyusui anak-anak yang bukan anaknya sendiri. Dalam beberapa kasus, perawat basah juga menjadi budak.
Perempuan yang tidak bisa menyusui atau tidak memiliki akses ke perawat basah beralih ke susu hewani untuk memberikan makan anaknya. Ada yang memberikan susu sapi, susu kambing, susu unta, susu kuda, dan lainnya.
Metode umum di abad ke-16 dan ke-18 adalah membuat campuran yang disebut dengan panada, roti yang direndam dengan susu atau sereal yang dimasak dalam air. Kemudian, bayi diberikan makan menggunakan sendok, lap, atau alat khsusu bernama perahu pap.
Saat itu, orang-orang belum tahu tentang pentingnya mensterilkan alat makan bayi. Sehingga, pada abad ke-19, sepertiga bayi yang diberi makan dengan alat makan meninggal selama tahun pertama kehidupannya.
Pada tahun 1860, seorang ahli kimia Jerman, Justus von Leibig mengembangkan susu formula bayi komersial pertama, formula bubuk yang terbuat dari tepung terigu, susu sapi, tepung malt, dan kalium bikarbonar. Formula yang ditambahkan ke susu sapi, lalu dipanaskan menjadi populer di Eropa. Leibig’s Soluble Infant Food menjadi makanan bayi komersial pertama di AS, harganya US$1 per botol di tahun 1869.
Nestle pun tak mau kalah. Mereka meluncurkan Farine Lactee Nestle yang dibuat dengan bahan serupa, namun lebih mudah disiapkan. Pada tahun 1883, setidaknya ada 27 merek makanan bayi yang tersedia. Sementara produk-produk itu menggemukkan, anak-anak biasanya kekurangan beberapa vitamin yang diperlukan untuk kesehatan bayi.
Skandal Susu Formula Nestle
Mengutip ZME Science, secara agresif, Nestle mendorong susu formula di negara-negara kurang berkembang secara ekonomi (LEDC) yang secara khusus menargetkan masyarakat miskin. Mereka membuat susu formula bayi tampak hampir sama baiknya dengan Air Susu Ibu (ASI). Untuk beberapa alasan, praktik tersebut tidak etis.
Masalah utamanya, sebagian besar kelompok yang Nestle targetkan tidak memiliki akses air bersih terutama di Afrika. Tingkat melek huruf rendah membuat banyak ibu tidak menyadarinya. Sehingga, mereka mencampur susu formula dengan air tercemar yang membahayakan anak-anak.
Nestle tampaknya sengaja mengabaikannya dan tetap mendorong para ibu menggunakannya, meski tahu risikonya.
Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperkirakan, memberi susu formula kepada anak yang hidup dalam kondisi penuh penyakit dan tidak higienis memiliki kemungkinan antara 6 hingga 25 kali lebih besar untuk meninggal karena diare dan 4 kali lebih mungkin meninggal karena pneumonia daripada anak yang disusui.
Sedangkan, di negara maju, anak yang diberi susu formula juga memiliki 25 persen peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan bayi yang disusui.
Masalah lainnya, ibu cenderung menggunakan susu formula lebih sedikit dari takaran sebenarnya. Ini mengakibatkan bayi menerima jumlah yang tidak memadai. Namun demikian, meski air direbus dan susu formula diberikan dalam proporsi dan jumlah tepat, bayi masih kekurangan banyak nutrisi dan antibodi yang disediakan ASI.
ASI mengandung jumlah nutrisi yang bermanfaat untuk perkembangan saraf (otak dan saraf) dan sampai batas tertentu melindungi bayi dari banyak penyakit dan infeksi potensial.
Jaringan Aksi Makanan Bayi Internasional (IBFAN) menyebut Nestle menggunakan metode yang tidak etis untuk mempromosikan susu formula di negara berkembang.
IBFAN mengklaim Nestle mendistribusikan produk gratis di rumah sakit dan bangsal bersalin. Setelah keluar dari RS, tidak lagi gratis. Tetapi, karena suplemen telah mengganggu laktasi, keluarga haus tetap membeli susu formula. Nestle menyangkal tuduhan itu.
Perusahaan asal Swiss itu justru meminta para kritikus berfokus meningkatkan pasokan air yang aman.
Skandal formula bayi muncul ke tahun 1977, saat itu Nestle dituduh memanipulasi ibu yang melahirkan. Dalam kampanyenya, Nestle meyakinkan publik bahwa susu formula lebih baik dari AS. Aktivis di seluruh dunia menyerukan untuk memboikot Nestle karena berperilaku tidak etis dan menjalankan kampanye dengan informasi tidak akurat tentang produknya.
Pada Februari lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, marketing industri ini mencapai US$55 miliar. Hasil penelitian WHO, UNICEF, dan mitranya menemukan, pemasaran susu formula tidak mengenal batas. Menyalahgunakan dan mendistorsi informasi yang memengaruhi keputusan dan praktik.
Selama sekitar 40 tahun, sebagian besar negara secara kolektif gagal mengabaikannya. Mereka mengejar penjualan dan kepentingan pemegang saham di atas kesehatan dan hak anak serta keluarga.
Laporan itu juga menjelaskan, praktik pemasaran yang dilakukan mengeksploitasi ketidakpastian yang menyebabkan ibu dan orang tua mengubah pandangannya. Semua sektor pemerintah termasuk kesehatan, tenaga kerja dan perdagangan, kesehatan profesional dan asosiasi, serta investor harus memenuhi tanggung jawabnya dan mengarahkan pengaruh untuk menuntuk praktik yang memprioritaskan anak dan orang tua di atas kepentingan komersial. [rif]]