Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Selain Cara Melepas Emosi, Mengumpat Tanda Orang Jujur

Redaksi
×

Selain Cara Melepas Emosi, Mengumpat Tanda Orang Jujur

Sebarkan artikel ini

Bukan hanya bermanfaat bagi tubuh dan pikiran, mengumpat juga dapat memengaruhi dinamika sosial kita.

BARISAN.CO – Kesal, marah, dan kecewa adalah bagian dari kehidupan kita. Namun, banyak orang yang melampiaskannya dengan mengumpat.

Memang, sumpah serapah sering dianggap sebagai hal yang buruk, khususnya dalam dalam norma. Melissa Mohr, seorang ahli sastra abad pertengahan, merilis bukunya Holy Sh*t: A Brief History of Swearing dari Oxford University Press dan menelusuri penggunaan kutukan sejak zaman Romawi.

Dia mengungkapkan, rata-rata orang menggunakan sekitar 0,7% dari kata-kata makian yang ada setiap hari. Bekerja sama dengan Timothy Jay, seorang profesor psikologi di Massachusetts College of Liberal Arts, dia menemukan, bahkan balita tahu setidaknya satu kata umpatan pada usia dua tahun dan anak-anak mulai mengumpat sekitar usia tiga dan empat tahun.

Dari bukunya tersebut terungkap, dua kata makian yang paling sering digunakan dalam bahasa Inggris, yaitu fuck dan shit.

Kata anjay sempat trending di tahun 2020. Kata itu biasa digunakan dalam percakapan di antara teman akrab. Namun, ternyata kata anjay adalah bahasa yang diplesetkan dari kata anjing. Di Indonesia lebih banyak kata makian karena ada beragam suku. Misalnya, jancok dari Jawa Timur, cukimay dari Maluku, dan lain sebagainya.

Namun, tahukah kamu bahwa mengumpat memiliki manfaat yang baik bagi tubuh?

Timothy Jay berpendapat, dengan mengumpat, membantu orang melepaskan emosinya.

“Ada titik di mana lebih efisien untuk mengatakan, ‘F**K YOU’ daripada memukul seseorang. Kami telah mengembangkan cara yang sangat efisien ini untuk melampiaskan emosi kami dan menyampaikannya kepada orang lain,” jelas Jay.

Selain itu, orang yang mengumpat juga dapat meredakan nyeri. Selama bertahun-tahun, beberapa spesialis nyeri berpikir bahwa mengutuk tidak banyak membantu dalam situasi tersebut. Mereka berteori, sumpah serapah mungkin benar-benar memiliki efek “bencana”.

Yang mengejutkan, para ilmuwan dari Fakultas Psikologi Universitas Keele di Inggris justru menemukan, mengumpat sebenarnya meningkatkan toleransi rasa sakit seseorang.

Tim tersebut menugaskan 67 sukarelawan sarjana untuk membenamkan tangan mereka ke dalam air sedingin es selama mereka bisa mengatasinya sambil mengulangi kata-kata umpatan pilihan mereka. Tim peneliti menyaksikan, relawan mampu menjaga tangan mereka terendam air dingin lebih lama sambil mengulangi kata-kata makian.

Selain itu, karena mengumpat disertai dengan peningkatan detak jantung, para ilmuwan berpikir bahwa mengumpat dapat memicu respons “fight or run” seseorang. Mereka menyarankan, mengumpat memicu emosi negatif yang berfungsi sebagai bel alarm, memperingatkan seseorang akan bahaya dan memicu mekanisme pertahanan bawaan.

Selain manfaat pada tubuh dan pikiran, penelitian telah menunjukkan, mengumpat juga dapat mempengaruhi dinamika sosial kita. Sebuah studi tahun 2012 menemukan, mengumpat dapat meningkatkan keefektifan dan persuasif sebuah argumen. Selain itu, orang yang mengumpat juga dapat menyampaikan reaksi emosional terhadap sesuatu tanpa perlu menggunakan kekerasan fisik.

Dan sementara banyak orang mungkin menganggap sumpah serapah kurang enak, sebuah penelitian berjudul, “Frankly, we do give a damn: The Relationship between profanity and honesty“, mengungkapkan bahwa orang yang mengumpat sebenarnya lebih sedikit berbohong dan memiliki tingkat integritas yang lebih tinggi baik dalam tingkat interpersonal maupun masyarakat. [Luk]