BARISAN.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi yang diajukan oleh 3 bekas pimpinan KPK: Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, dan Saut Sitomorang. Perkara tersebut tercantum dengan nomor 79/PUU/-XVII/2019.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan soal gugatan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (4/5/2021).
Menurut MK, dalil pemohon yang menyatakan UU KPK tidak melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan menduga telah terjadi penyelewengan hukum tak beralasan. Hakim menilai penyusunan UU KPK telah sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
“RUU tersebut telah terdaftar dalam Prolegnas dan berulang kali dalam Prolegnas prioritas. Lama tidaknya pembentukan perundang-undangan berkaitan erat dengan substansi dari RUU tersebut, dalam hal ini tidak dapat disamakan tingkat kesulitan RUU,” terang anggota majelis hakim, Arief Hidayat.
Hanya ada satu hakim yang tidak setuju dengan putusan MK ini, yaitu Wahiduddin Adams. Menurutnya perubahan UU KPK minim partisipasi dan masukan masyarakat. Hal itu tecermin dari DIM RUU KPK rancangan Presiden Jokowi yang hanya disiapkan dalam waktu kurang dari 24 jam.
Diprediksi Sejak Awal
Beberapa hari sebelumnya, pegiat PUKAT UGM Zainal Arifin Mochtar, sudah mengatakan bahwa banyak fakta yang mengindikasikan gugatan UU KPK bakal ditolak.
Pertama, kata Zainal, cara MK memproses permohonan gugatan terlalu lama. Padahal menurutnya, banyak kesempatan MK untuk menyelesaikan lebih cepat. Kedua, dalam beberapa waktu belakangan, sudah banyak putusan MK yang mengedepankan logika politik dibanding logika hukum. Ketiga, MK sudah dijinakkan lewat revisi UU MK yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Oktober 2020.
“Revisi UU MK ini memperpanjang masa pensiun hakim konstitusi dari 65 tahun menjadi 70 tahun. Banyak hakim diselamatkan lewat revisi UU MK ini,” kata Zainal, beberapa hari yang lalu.
Atas ketiga alasan itu, didukung dengan beberpaa pertimbangan lainnya, Zainal menyebut kecil peluang MK mengabulkan gugatan, dan benar saja.
Diketahui, gugatan terhadap UU No. 19 tahun 2019 dilayangkan sejak November 2019. Alasan UU ini digugat adalah lantaran diindikasi ada cacat prosedur formil dalam pembentukan UU yang diatur oleh ketentuan UUD 1945. Selai itu, proses pembahasan RUU KPK berlangsung kilat dan terburu-buru.
Ada pula kecatatan lain yang paling banyak mengisyaratkan akan adanya upaya pelemahan KPK secara terstruktur dan sistematis dan masif. Naskah akademik dan RUU tersebut, pun, tidak terbuka untuk publik, dan penyusunan RUU KPK tidak didasarkan pada naskah akademik memadai. []