Scroll untuk baca artikel
Kolom

Makna Penghapusan Ambang Batas Bagi Demokrasi Kedepan

Redaksi
×

Makna Penghapusan Ambang Batas Bagi Demokrasi Kedepan

Sebarkan artikel ini
Urgensi Digital Marketing
Imam Trikarsohadi

Penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi menandai babak baru demokrasi Indonesia, yang diharapkan mampu membuka ruang kompetisi politik lebih inklusif, adil, dan setara bagi seluruh partai politik serta rakyat sebagai pemilik kedaulatan

Oleh: Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen. Hal tersebut berdasarkan pembacaan putusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 pada hari ini, Kamis, 2 Januari 2025.

Penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini membuat setiap partai politik dapat mengajukan calonnya tanpa harus membuat koalisi partai.

Hal tersebut berdasarkan lima poin saat MK menjelaskan pertimbangan untuk menghapus ketentuan ini.

Pada poin pertama,MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Sebagai contoh; jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30 misalnya, dalam kontestasi politik ini total pasangan capres maupun wapres harus terdapat 30 pasangan yang diusulkan oleh partai politik yang mengikuti pemilu.

Artinya, setiap partai politik atau gabungan parpol dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa harus memenuhi syarat persentase ambang batas. Menurut Mahkamah Konstitusi upaya ini untuk menghilangkan dominasi partai politik yang selama ini terjadi.

Kemudian, pada poin kedua MK menyatakan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik, atau gabungan parpol peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Dalam keputusan yang berdampak signifikan terhadap dinamika politik nasional, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mencabut aturan presidential threshold.

Pada poin ketiga, terkait adanya dominasi partai politik ini menyebabkan terbatasnya pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ujungnya, para pemilih turut mengalami keterbatasan dalam memilih.

Sementara itu, di poin keempat pertimbangan MK, juga menjelaskan soal sanksi partai politik yang tidak mengusulkan pencalonan presiden dan wakil presiden.

Sanksi yang akan diberikan kepada parpol ini berupa pelarangan dalam mengikuti pemilu pada periode berikutnya.

MK juga memaparkan pertimbangan lain saat menentukan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen ini.

Pada poin kelima yakni, perumusan rekayasa konstitusional pada perubahan UU nomor 7 tahun 2017 juga melibatkan berbagai pihak terkait.

Seperti partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.

Apa boleh buat, dengan penghapusan aturan ini, lanskap politik Indonesia diprediksi akan berubah signifikan, terutama menjelang pemilu mendatang yang diperkirakan akan menjadi lebih kompetitif, beragam, lebih inklusif dan setara.

Apa sebab, jawabnya karena penghapusan presidential threshold merupakan tonggak baru dalam demokrasi Indonesia lantaran dengan putusan tersebut, setiap partai politik memiliki hak setara untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.

Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, serta memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia. Meski, tantangan implementasi tetap harus diantisipasi dengan baik.

Sebab itu, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa perubahan aturan itu dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemilu yang diakomodasi melalui revisi Undang-Indang (UU) Pemilu yang saat ini telah masuk ke Program Legislasi Nasional (prolegnas).