Huuuuhhhh….habis pula air ini, kemana hendak aku mencarinya. Sedangkan malam sudah menutupi para pejalan kaki. Kota ini negeri yang ramai, pasti masih ada beberapa orang yang menjual dirimu. Bukan menjual kota ini, dengan berbagai alasan untuk ketertiban dan kebersihan.
Kaki tegak ini berjalan, melangkah semampai. Sesekali melempar batu yang ada digenggaman tangan. Aku mendengar jeritan, aku hanya bisa memohon maaf. Ia tidak terluka, hanya aku tinggal sebentar. Bukan selamat jalan sahabat, aku hanya bisa meninggalkan orang-orang yang tidak peduli dengan dirimu saja.
Tentu aku akan menjadi perempuan yang peduli dengan sesama dan alam raya yang menjadi atap rumahku dan bahkan lantainya. Mari kita nikmati perjalanan ini, hingga kau tahu bahwa di setiap pergantian waktu siang dan malam ada tanda-tanda bagi orang yang peduli satu dengan yang lainnya.
Aku tidak buta sahabat, aku percaya juga bahwa engkau juga tidak buta bahkan engkau mendengar setiap keluh kesahku. Tatap mataku, sebentar saja. Lihat..lihat…lihaaatttt, apa yang Nampak.
Apakah kau paham maksudku?.
* * *
Aku adalah gadis kecil yang memiliki nama Harina, meski kedua orang tuaku telah tiada. Aku ingin mendapatkan cinta di antara orang-orang yang menghargai dunia dan berusaha menghiasi alam semesta ini dengan berbagai macam keindahannya.
Pagi cepat sekali datangnya, aku harus mempersiapkan untuk menaklukkan kebutuhanku. Gitar kecil pemberian temanku Hery selalu menemaniku untuk mengais rezeki di kota besar di Jawa Tengah ini. Orang lain pasti aneh melihatku, seorang gadis kecil yang tinggal di Masjid. Biasanya di huni oleh para laki-laki, untuk menjadi penjaga. Tapi aku tidak sendiri ada takmir laki-laki tua yang tinggal di situ. Ia abdikan dirinya untuk merawat Masjid dialah Pak Ahmad.
Diajarkanya aku untuk bisa mengerti dan memahami orang lain, ia seperti bapakku sendiri. Meskipun ada beberapa orang yang ingin menjadikanku anak asuh dan tinggal di rumah-rumah mewah. Namun aku menolaknya, aku ingin seperti Pak Ahmad meski tidak punya bisa bermanfaat untuk orang lain. Begitulan pesannya, sebaik-baik orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain.
Akupun berpamitan kepadanya. Ia selalu mendoakanku untuk bisa mendapatkan apa yang aku inginkan.
“Ntar Bapak, ingin dibawakan apa nih”, tawarku.
“Ngak usah Na, yang penting kamu selamat sampai ke sini”, jawabnya.
Jalan-jalan kota semakin padat, bangun megah menjadi pepohonan yang rindang namun sangat menjadikan kota panas dan pekat penuh gejolak jiwa. Karena bangunan itu seperti bentuk pembangunan sebagai program kerja. Padahal pembangunan adalah mengeluarkan isi perut bumi. Sehingga isi perut bumi terasa kosong. Pada suatu saat perut bumi akan kelaparan dan siap menghanguskan.