Scroll untuk baca artikel
Blog

Sih Kedasih – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Sih Kedasih – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

Muka Ghofur sedari tadi tampak tertunduk.  Sementara wajah lelaki yang disebut dengan Gusti Praba itu terlihat tenang dan penuh wibawa.

“Duduklah agak mendekat sini!” perintah Praba kepada Paramita.

“Ghofur, agama kitaadalah rahmatan lil alamin.  Artinya menjadi pengayom kepada semua makhluk.  Jangan sekali-kali berlaku kasar meskipun kepada orang yang memusuhimu,” seloroh Praba sambil menepuk pundak Ghofur. 

“Mengapa Engkau begitu yakin bahwa Ghofur ini adalah suamimu?” tanya Praba kepada Paramita.

“Naluri saya sebagai seorang istri dan ibu dari anak Sayamengatakan demikian Gusti,” jawab paramita sembari terguguk tak dapat menahan tangisnya.  Pertanyaan itu betul-betul mengharukan hatinya.

“Jangan percaya omongan perempuan tak tahu diri itu Gusti!  Bisa saja perempuan itu adalah mata-mata Majapahit!” ucap Ghofur marah.

“Sabarlah Ghofur!  Jangan perturutkan kemarahanmu,” sahut Praba tenang.

“Andai saja benar bahwa Ghofur santriku ini adalah suamimu, lalu Engkau mau apa?” tanya Praba kepada Paramita kembali.

“Bagi seorang istri, seorang suami adalah Gusti Allah katon.  Seorang istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya selama ia tidak memerintahkan kepada kezaliman,” ucap Paramita mantap. 

Mendengar ucapan Paramita yang tidak dibuat-buat tersebut, Praba dapat menduga betapa perempuan yang ada di hadapannya tersebut pastilah bukan perempuan sembarangan.  Selain memiliki ilmu yang sedemikian tinggi, perempuan itu juga memiliki akhlak yang mulia.

“Apakah Engkau masih menganggapku sebagai junjunganmu?” kini giliran Ghofur yang ditanya oleh Praba.

“Sebagai seorang ksatria aku tak akan menjilat ludahku kembali Gusti!” jawab Ghofur sedemikian mantapnya.

“Aku percaya itu,” jawab Praba sembari menepuk-nepuk pundak Ghofur.

“Apakah Engkau juga akan miturut dengan segala dawuhku?” tanya Praba kembali sambil menatap tajam kepada Ghofur.

“Hanya kematianlah yang dapat menghapus sumpah setiaku Gusti,” jawab Ghofur sekali lagi dengan mantapnya.

“Siapakah namamu Kisanak?” tanya Praba kepada Paramita.

“Nama hamba Paramita dari padepokan Tinatar di kaki gunung Semeru,” jawab Paramita mantap.

“Lalu siapa nama suamimu yang hilang itu??” tanya Praba kembali sembari menghela nafas panjang. 

Lama Paramita tak segera menjawab pertanyaan Praba.  Perempuan itu berkali-kali hanya menatap ke arah Ghofur.  Sementara Ghofur hanya tertunduk bisu.

“Nama suami hamba adalah Mpu Loka Syiwa,”  Mendengar nama Loka Syiwa disebut, sekali lagi Praba hanya dapat menghela nafas panjang.