BARISAN.CO – Siti Fadilah Supari, Kamis (15/4), mendatangi RSPAD Gatot Soebroto untuk ikut menjadi relawan vaksin Nusantara, vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Diketahui, vaksin Nusantara dikembangkan menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog untuk pengobatan Covid-19. Teknologi ini sebelumnya digunakan untuk pengobatan kanker melalui teknik rekombin dengan cara mengambil sampel darah, lalu dikembangkan di luar tubuh.
Siti mengikuti pengambilan sampel darah untuk uji klinis vaksin itu. Siti mengatakan, hal tersebut ia lakukan sebagai dukungan kepada Terawan. Siti tahu betul BPOM belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) fase II vaksin Nusantara dikarenakan hasil uji fase I belum memenuhi standar. Namun, Siti tetap datang, sembari menolak untuk menyebut dirinya sedang melakukan vaksinasi.
“Ini penelitian. Bukan vaksinasi tapi penelitian. Saya menghargai pendapat dr Terawan yang saya sudah kenal. Dia seorang researcher. Nah, saya mendukung dengan cara mengikuti penelitian ini. Karena ini baru penelitian,” ujarnya saat ditanya wartawan.
Sebelum Siti, puluhan anggota DPR RI dan tokoh lainnya juga melakukan hal yang sama. Hingga Rabu (14/4), menurut catatan Tempo, ada sekitar 40 anggota DPR yang bahkan membawa serta keluarganya untuk mengikuti uji klinis. Beberapa untuk disebutkan: Sufmi Dasco Ahmad, Adian Napitupulu, Saleh Daulay, Emanuel Melkiades Laka Lena, Gatot Nurmanyto, Dahlan Iskan, serta Aburizal Bakrie.
Perlu Izin BPOM?
RSPAD Gatot Soebroto bukan satu-satunya tempat uji klinis vaksin Nusantara. Vaksin yang dibesut Terawan sejak ia masih menjabat menkes ini juga dikembangkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Universitas Diponegoro, serta RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Pada tanggal 12 Maret 2021, BPOM pernah mengeluarkan surat permohonan penghentian uji vaksin Nusantara di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan alasan belum mengantongi persetujuan uji klinis. BPOM menemukan bahwa penelitian di sana tidak didukung fasilitas pengolahan yang memadai, pelaksanaannya tidak bertahap, tidak ada review data safety monitoring board, serta tidak ada pengujian mutu setiap produk.
Meski penelitian di RSUP Dr. Kariadi berhenti, tidak demikian dengan penelitian di RSPAD Gatot Soebroto yang jalan terus hingga sekarang.
Polemik tentang perlu tidaknya vaksin Nusantara mendapat izin sempat ditanggapi Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Letjen TNI Albertus Budi Sulistya. Menurutnya, vaksin Nusantara tak perlu mengantongi izin BPOM.
“Uji klinis vaksin Nusantara murni penelitian sehingga hanya perlu lolos uji etik. Sebagaimana penelitian untuk S-2 dan S-3, kami enggak perlu izin BPOM. Tapi harus ada ethical clearance atau kelayakan etiknya.” Kata Budi sebagaimana dikutip dari Koran Tempo.
Menurut Budi Sulistya, metode cellcure yang digunakan dalam pembuatan vaksin Nusantara merupakan hal yang rutin dilakukan di RSPAD sehingga tak perlu diuji lagi. “Yang penting kaidah penelitian harus GCP, good clinical practice,” ujarnya.
Jika penelitian vaksin Nusantara menunjukkan hasil positif dan layak diproduksi dalam skala besar, kata Budi Sulistya, tim akan melakukan langkah selanjutnya sesuai regulasi. []