Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Standar Keberlanjutan Produk Sawit Indonesia Masih Dipertanyakan

Redaksi
×

Standar Keberlanjutan Produk Sawit Indonesia Masih Dipertanyakan

Sebarkan artikel ini

Padahal, menurut Rusman, pemerintah sudah memberi kesempatan besar kepada rakyat untuk mensertifikasi kebun plasma dan swadaya. Hal itu termaktub di antaranya dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 (RAN-KSB), tetapi implementasinya masih tidak seimbang.

“Ketidakseimbangan sertifikasi harus mendapat perhatian. Tidak mungkin untuk memberikan kelonggaran aturan terutama bagi petani kecil plasma maupun swadaya, dan seluruh proses ini merupakan tanggung jawab bersama,” kata Rusman.

Negara Eksportir Sawit 2020 (juta ton)

Sumber data: Kemenperin.

Dalam kesempatan yang sama, penasihat senior Yayasan Kehati, Diah Suriadiredja juga mengatakan ada banyak permasalahan ISPO yang perlu segera diperbaiki.

Menurutnya, penerbitan sertifikasi ISPO sejauh ini masih belum sampai memperhatikan independensi dan transparansi. Kompetensi auditor yang melakukan tugas juga belum terukur. Selain itu, ISPO diberlakukan masih sebatas pada perusahaan perkebunan besar, dan belum banyak menyentuh pekebun kecil.

“Tantangannya adalah bagaimana menerapkan ISPO bagi petani atau pekebun swadaya. Selain itu, ada juga masalah lahan-lahan sawit yang masuk ke area hutan, dan harus diselesaikan oleh Indonesia,” kata Diah Suriadiredja.

Diketahui, pada tahun 2020 kemarin, Indonesia menjadi raja komoditas minyak sawit dunia dengan volume produksi 37,3 juta ton, atau setara 54,4 persen dari seluruh sawit yang diperdagangkan di dunia. Posisinya disusul Malaysia (19,3 juta ton) dan Thailand (3,1 juta ton).

Masih pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk memastikan aspek keberlanjutan komoditas ini. Hal itu menjadi penting lantaran berangsur-angsur banyak konsumen industri hilir yang semakin sadar akan pentingnya sustainability sebuah produk. [dmr]