Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
stasiun manusia

Stasiun Manusia – Cerpen Eko Tunas

:: Eko Tunas
27 November 2022
dalam Cerpen
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

DERU kereta api sarat penumpang menderu dari stasiun, berhenti di antara dua gang. Peluitnya melengking-lengking menunggu sinyal dinaikkan. Bersaing dengan musik kaset sember, entah apakah ada desah lain dari desah lokomotip.

Tak ada seorang pun tahu, seorang lelaki turun dari gerbong buntut. Menerobos pagar kawat besi pembatas rel, menyelinap ke anak gang yang gelap dan lembab.

Televisi di warung kopi menyiarkan berita rutin, tentang kekerasan dan korupsi. Mendadak breaking news, seorang reporter memberitakan tentang penyuapan di stasiun kota. Akan tetapi uang korupsi dalam ransel itu hilang di dalam kereta api. Diduga dirampok, jumlahnya satu milyar. Diduga si perampok saat ini masih berada tidak jauh dari stasiun.

Para pengkopi tercengang, ketika terdengar derap dan perintah, bahwa gang-gang itu telah dikepung pihak kepolisian. Segera ada penggerebegan dan pemeriksaan.

Para pengkopi terpana, hampir semua yang ada di kedai-kedai kopi itu beransel di punggung. “Semua keluar dan berjajar di gang!” perintah sang komandan, “taruh semua ransel di kaki masing-masing!”

LAKI-LAKI muda beransel yang tadi menyelinap ke anak gang, menyisir pinggir sungai yang gelap dan tampak beberapa sosok bagai manekin. Salah seorang menyapa dengan rokok di bibir, “sikasik, Mase…”

Mase segera mengambil segepok uang dari ranselnya, “ini saya kasih uang, bagi-bagi, tapi diam saja ya..!”

Tukas si manekin, “ashiaap..!”

Mendadak secercah nyala baterei menyorot, sigap si mas masuk ke bilik sumur yang gelap. Terdengar pekik seseorang sedang nongkrong kencing. “Ssstt..,” sergah Mase, “kamu Manekin ya.”

“Bukan, Mas, saya Silver Boy.”

“Oh ya, tubuhmu warna perak,” tukas si mas, “ada berapa pengamen di sini?”

“Ada sepuluhan, Mas.”

Mase segera mengambil segepok uang dari ranselnya, “ini saya kasih kamu uang, bagi-bagi, tapi diam-diam ya.”

“Siyaap..!”

Terdengar suara anggota bertanya kepada Manekin, “kamu lihat orang pakai ransel?”

Sahut si Manekin, “ike belon dipake, Om…”

Si Mas menahan tawa, kemudian mengendap bersama Silver Boy.

KEMBALI nyala batere menyorot, Mase masuk ke gubug plastik. Seseorang memekik, dan si mas pun menyergah, “ssstt..!”

“Saya gelandangan, kere,” bisik si pekik, “masa tega merampok orang miskin?”

Tukas si mas, “saya bukan perampok, saya Robin Hood.”

“Ooh, saya kira rampok.”

“Ada berapa gelandangan di sini?” bisik tanya si mas.

“Ada limapuluhan orang, mas.”

Mase segera mengambil segepok uang dari ranselnya, “ini bagi-bagi, tapi diam-diam ya.”

“Shaap.”

Mase kemudian menyelinap masuk ke pintu belakang satu rumah.

Pintu-pintu kamar tertutup, tapi dari satu kamar ia mendengar suara Isak tangis. Segera ia masuk dan menutup lagi pintu. Seorang boneka remaja duduk menangis dan terpekik melihatnya.

“SSSTT..!” sergahnya.

Si boneka tampak panik, “jangan, Om, jangan..!”

“Ya, saya akan diam saja, kalau kamu diam-diam.”

“Ya, Om.”

“Kamu kenapa menangis?” tanya Mase.

“Saya baru diperiksa, katanya yang cuma bawa ransel yang diperiksa. Saya nggak punya ransel diperiksa juga”

Tanya si mas lagi, “kamu boneka remaja kenapa di sini?”

“Saya diculik dan dijual.”

“O…”

“Si Om bawa ransel…”

Si Mas menelengleng, “oh ya, kalau begitu saya simpan di sini ya,” katanya seraya menaruh ransel di bawah meja.

“Isinya uang atau bom, Om?”

Tanya Mase, “Lha kamu butuh bom apa uang?”

“Saya perlu uang untuk menebus diri saya,” jawab si boneka, “saya ingin pulang, Om.”

Si mas segera ambil uang segepok, “ini untuk kamu, tebuslah dirimu, dan ayo saya antar pulang.”

KERETA API pagi mau berangkat dari stasiun dini hari. Si boneka dan Mase yang berias dan berpakaian perempuan naik ke dalam kereta.

Si boneka menggandeng si mas wanita yang tampak hamil tapi senarnya hamil ransel berisi uang hampir satu milyar.

Tidak diceritakan oleh pencerita yang bercerita kepada saya saat kami menunggu kereta pagi, bagaimana nasib uang korupsi yang dirampok itu.

Yang jelas, sebelum naik kereta, si pencerita tampak curiga melihat ransel saya.***

Editor: Lukni
Bagikan1Tweet1Send
Eko Tunas

Eko Tunas

Eko Tunas, budayawan, tinggal di Semarang.

POS LAINNYA

perampokan di ladang rumput
Cerpen

Perampokan Di Ladang Rumput – Cerpen Noerjoso

5 Februari 2023
Ndleming
Cerpen

Ndleming – Cerpen Noerjoso

29 Januari 2023
Cinta Qatar
Cerpen

Cinta Qatar dan Sesudahnya – Cerpen Eko Tunas

22 Januari 2023
Primadona tobong
Cerpen

Primadona Tobong – Cerpen Noerjoso

14 Januari 2023
Dukuh Nglegok
Cerpen

Dukuh Nglegok Utara Agak Ke Tengah Dari Girli – Cerpen Noerjoso

8 Januari 2023
kado natal
Cerpen

Kado Natal untuk Cicilia – Cerpen Noerjoso

25 Desember 2022
Lainnya
Selanjutnya
Mengenal Teknologi Semi-automated Offside, Saat Bagian Tubuh yang Offside Muncul dalam Video 3D

Mengenal Teknologi Semi-automated Offside, Saat Bagian Tubuh yang Offside Muncul dalam Video 3D

lirik lagu apuse

Lirik Lagu Apuse dan Artinya, Doa Kakek Kepada Cucunya

  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang