M. Ikhsan Jufri M.Sc., Clinical Trial Coordinator di Oxford University Clinical Research Unit Indonesia (OUCRU-ID) menegaskan, pemerintah harus lebih serius dalam menjalankan program HIV dan menyukseskan target Indonesia Bebas HIV 2030.
BARISAN.CO – HIV, virus penyebab AIDS telah menjadi salah satu tantangan kesehatan dan pembangunan paling serius di dunia sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, sejak awal epidemi, 84,2 juta orang telah terinfeksi virus ini dan sekitar 40,1 juta orang meninggal karenanya.
Pada akhir 2021, secara global diperkirakan 38,4 juta orang hidup dengan HIV. Laporan UNAIDS Global AIDS Update 2022 menemukan, setiap hari, 4.000 orang termasuk 1.100 anak muda berusia 15-24 tahun terinfeksi. Jika tren ini berlanjut, 1,2 juta orang akan terinfeksi baru pada tahun 2025. Pada tahun 2021, setiap satu menit, satu orang meninggal karena HIV.
Perempuan dan anak perempuan mewakili hampir setengah dari semua orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia dan dengan komplikasi terkait kehamilan menjadi penyebab utama kematian di kalangan perempuan usia reproduksi.
Ketidaksetaraan gender, perbedaan akses ke layanan, dan kekerasan seksual meningkatkan risiko terhadap perempua, terutama perempuan muda.
Secara global, jumlah anak yang hidup dengan HIV sebanyak 1,7 juta jiwa. Di antara mereka, 98.000 meninggal karena HIV. Sedangkan, tahun lalu, terdapat 160.000 infeksi baru terjadi pada anak-anak.
Terlepas dari fakta, penyakit ini membunuh jutaan orang setiap tahun, sering kali dianggap hanya menjangkiti mereka yang melakukan seks sesama jenis, pekerja seks komersial, dan pengguna narkoba dengan cara disuntik.
Namun, kenyataannya tak seperti itu. Di Jawa Tengah, misalnya, seperti dilansir dari Kompas, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah mencatat, 2.474 ibu rumah tangga (IRT) terinfeksi HIV/AIDS sepanjang 2001 hingga triwulan II 2022. Sebagian besar, ibu rumah tangga ini menjadi korban penularan virus dari suaminya. Bahkan, tahun 2014, Kementerian Kesehatan mengungkapkan, ibu rumah tangga mendominasi jumlah penderita HIV/AIDS di kalangan perempuan.
Pria terkadang beralasan enggan menggunakan kondom karena tidak nyaman, mengurangi kenikmatan, dan lainnya. Padahal, ada banyak varian kondom yang muncul di pasaran, sehingga bisa memilih dengan bahan yang mencegah iritasi dan juga jika tidak terasa nyaman, dapat menambahkan pelumas.
M. Ikhsan Jufri M.Sc., Clinical Trial Coordinator di Oxford University Clinical Research Unit Indonesia (OUCRU-ID) mengatakan, terkadang ada pribadi yang egois dengan menganggap bila pasangan meminta menggunakan kondom artinya tidak ada rasa saling percaya atau merasa distigma atau dicurigai.
NAM AIDS Map, badan amal yang berbasis di Inggris mengungkapkan, berdasarkan studi laboratorium dan pengujian produk, kondom yang diuji di laboratorium tidak dapat ditembus oleh mikroorganisme sekecil virus. Asosiasi Inggris untuk Kesehatan Seksual dan HIV menyebut, jika digunakan secara konsiten, kondom dapat mencegah dengan persentase lebih dari 95 persen.
Selain itu, bisa memanfaatkan obat pencegahan, seperti profilaksis prajanan (PrEP). Obat ini apabila diminum sesuai aturan dapat mencegah penularan HIV hingga 99 persen.
Tahun 2019, Amerika meluncurkan program “Ready, Set, PrEP”, bagi orang tidak memiliki asuransi untuk obat resep bisa memperoleh PrEp dengan gratis. Sejak Maret 2020, obat PrEP gratis merek Truvada tersebut tersedia di lebih dari 21.000 apotik yang ada di sana.
Sedangkan, di Indonesia, Ikhsan menyampaikan obat tersebut dijual bebas dengan cara mendatangi Pusat Layanan Kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan penyakit HIV.
“Atau membeli secara mandiri setelah menyakini dirinya belum terinfeksi HIV, namun memiliki perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV” ujar Ikhsan kepada Barisanco pada Kamis (1/12/2022).