Perubahan iklim menjadi faktor utama krisis air di Eropa dan Amerika Serikat. Akibatnya curah hujan sangar rendah, kekeringan yang meluas dan kebakaran hutan yang masif semakin menggenapkan dampak krisis air.
Jakarta Terancam
Indonesia sangat beruntung, curah hujan masih tinggi. Air juga masih sangat melimpah terutama di musim hujan.
Sayangnya, air yang berlebih tersebut justru tidak dimanfaatkan secara optimal. Air hujan yang melimpah seharusnya diserap tanah, ditampung di danau, telaga atau empang.
Air yang melimpah itu justru dibuang langsung ke laut tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu di hulu dan di sekitar aliran sungai. Akibatnya debit air sungai tidak konstan terutama saat musim kemarau.
Sekira 81 persen air baku DKI Jakarta yang diolah PDAM berasal dari Bendungan Jatiluhur di aliran Sungai Citarum. Sekira 20.725 liter air mengalir tiap detik ke Jakarta. Jumlah sebanyak itu masih kurang. Bila target cakupan layanan 100 persen pada 2030, jumlah air yang mengalir ke Jakarta dibutuhkan mencapai 33.735 liter detik.
Volume air sebanyak itu masih bisa dipasok dari Purwakarta. Warga Jakarta masih mendapatkan air berkualitas bagus dari PDAM.
Tapi, pernah terbayang nggak suatu saat pasokan air dari Bendungan Jatiluhur, terus menyusut karena debit air terus berkurang akibat kerusakan hutan yang masif di hulu dan eksploitasi air tanah oleh korporasi besar di sejumlah pegunungan.
Atau paling tidak bayangkanlah seperti Sungai Colorado saat ini. Jakarta tidak mendapat jatah air baku lantaran Purwakarta, Bandung, Karawang dan Bekasi juga membutuhkan air dalam jumlah besar sementara debit air terus berkurang.
Jadi bersyukurlah negeri ini masih diberi air hujan yang melimpah. Hujan seharusnya menjadi berkah bukan menjadi bencana.
Mungkin saja Anda tidak memerlukan air hujan saat ini tetapi jasad renik dan cacing di dalam tanah misalnya, justru sangat membutuhkannya. [rif]