Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Subsidi Bahan Bakar Fosil Mengancam Kesehatan dan Biaya Hidup Global

Redaksi
×

Subsidi Bahan Bakar Fosil Mengancam Kesehatan dan Biaya Hidup Global

Sebarkan artikel ini

Subsidi bahan bakar fosil dapat mendorong konsumsi dengan intensitas karbon berlebihan.

BARISAN.CO – Harga energi yang tinggi berdampak pada seluruh perekonomian. Oleh karena itu, sering kali, pemerintah menyubsidi bahan bakar fosil untuk menekan harga dan mendorong kegiatan ekonomi.

Namun, subsidi bahan bakar fosil juga memiliki dampak merugikan. Dengan menurunkan harga, itu dapat mendorong konsumsi bahan bakar dengan intensitas karbon berlebihan.

Menurut penelitian terbaru, kesehatan orang-orang di dunia bergantung pada kecanduan global terhadap bahan bakar fosil.

Laporan dari kelompok Lancet Countdown tentang kesehatan dan perubahan iklim, berjudul Health at the Mercy of Fossil Fuels menyebut, terjadinya peningkatan kematian akibat panas, kelaparan, dan penyakit menular saat krisis iklim meningkat. Sementara, pemerintah terus memberikan lebih banyak subsidi untuk bahan bakar fosil daripada ke negara-negara miskin yang mengalami dampak pemanasan global.

Keadaan darurat iklim ini memperparah krisis pangan, energi dan biaya hidup, kata laporan itu.

Laporan itu juga mendesak, tindakan yang berpusat pada kesehatan dalam mengatasi pemanasan global dapat menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun dan memungkinkan orang untuk berkembang daripada hanya bertahan hidup, dengan udara yang lebih bersih dan pola makan yang lebih baik.

Mengutip Guardian, menanggapi laporan itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gutteres mengatakan, krisis iklim membunuh kita.

“Ini merusak tidak hanya kesehatan planet kita, tetapi kesehatan orang-orang di mana pun. Melalui polusi udara beracun, berkurangnya ketahanan pangan, risiko wabah penyakit menular yang lebih tinggi, rekor panas ekstrem, kekeringan, banjir, dan banyak lagi,” jelasnya.

Dia menambahkan, kesehatan, mata pencaharian, anggaran rumah tangga dan ekonomi nasional sedang terpukul karena kecanduan bahan bakar fosil terus lepas kendali.

“Ilmu pengetahuannya jelas, investasi besar-besaran dan masuk akal pada energi terbarukan. Serta, ketahanan iklim akan menjamin kehidupan yang lebih sehat dan lebih aman bagi orang-orang di setiap negara,” lanjutnya.

Sementara, Dr Marina Romanello, kepala Lancet Countdown dan di University College London (UCL) menyampaikan, tampak jelas kecanduan terus-menerus terhadap bahan bakar fosil.

“Pemerintah dan perusahaan terus mendukung industri bahan bakar fosil yang merugikan kesehatan masyarakat,” tegasnya.

Laporan tersebut melacak 43 indikator kesehatan dan iklim, termasuk paparan panas yang ekstrem. Ditemukan, kematian terkait panas pada populasi yang paling rentan – bayi di bawah satu tahun dan orang dewasa di atas 65 tahun meningkat sebesar 68% selama empat tahun terakhir.

“Gelombang panas tidak hanya sangat tidak nyaman, tetapi juga mematikan bagi orang-orang yang memiliki kerentanan yang meningkat,” ujar Romanello.

Panas ekstrem juga menyebabkan orang tidak dapat bekerja, dengan 470 miliar jam kerja hilang secara global pada tahun 2021.

“Ini adalah peningkatan sekitar 40% dari tahun 1990-an dan kami memperkirakan pendapatan terkait dan kerugian ekonomi sekitar $ 700 miliar,” lanjutnya.

Sekitar 30% lebih banyak tanah sekarang dipengaruhi oleh peristiwa kekeringan ekstrem, dibandingkan dengan tahun 1950-an.

Periode panas pada tahun 2020 dikaitkan dengan 98 juta lebih banyak orang yang tidak dapat memperoleh makanan yang mereka butuhkan dibandingkan dengan rata-rata dari tahun 1981-2010 dan proporsi populasi global yang mengalami kerawanan pangan juga meningkat.

“Pendorong terbesar dari ini adalah perubahan iklim,” kata Romanello.

Laporan tersebut juga mencatat dampak krisis iklim terhadap penyakit menular. Tercatat, pada periode ketika malaria dapat ditularkan menjadi 32% lebih lama di daerah dataran tinggi Amerika dan 15% lebih lama di Afrika selama dekade terakhir, dibandingkan dengan tahun 1950-an. Kemungkinan penularan demam berdarah naik 12% selama periode yang sama.