Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Sudah Saatnya Platform Ojol Bahas Aturan Kerja yang Layak

Redaksi
×

Sudah Saatnya Platform Ojol Bahas Aturan Kerja yang Layak

Sebarkan artikel ini

Maka yang terjadi kemudian adalah akumulasi titik tengah: publik ingin perjalanannya aman, korporasi ingin keuntungan, dan buruh ingin pendapatan yang layak.

Bagaimana mempertemukan ketiga hal ini? Tarif per kilometer harus diregulasi dengan baik, di samping sistem kerja yang layak pada buruh. Korporasi dalam hal ini, kemudian mendapat tuntutan untuk memberi segala bentuk jaminan keselamatan kepada pekerjanya.

Hal demikian sudah disepakati semua pihak dan berlangsung normal selama berdekade-dekade dalam industri perjalanan seperti bisnis taksi.

“Tiba-tiba, hari ini …,” kata Richard Wolff dengan air muka penuh kebencian, “Datang kapitalis baru dengan mantra ajaib pembius massa semacam gig economy, dan mereka mengulang hal yang sama: tidak membayar buruh dengan layak, tidak memberi asuransi, tidak merawat kendaraan, dan lain-lain.”

Menurut Wolff, dunia sebenarnya sedang mengulang sejarah. Mungkin untuk sekarang korporasi ride hailing bisa mengkapitalisasi fungsi paling menguntungkan dari bisnis perjalanan semacam ini. Tapi akan tiba saatnya publik marah, dan mereka, para kapitalis ini, pada akhirnya akan tunduk pada otoritas yang semua orang menyepakatinya.

Apa yang melanda GoTo semakin mendesakkan perlunya regulasi melindungi para pekerja berstatus “mitra” ke tengah tren pasar kerja digital seperti sekarang.

Banyak hal perlu segera diluruskan. Istilah mitra itu sendiri, pada praktiknya, harus benar-benar diluruskan. Sebab dari segi bahasa, mitra adalah ia yang berada dalam posisi “setara” dalam pengambilan keputusan. Dan itu sama sekali tak tecermin dalam praktik relasi antara korporasi ojol dengan mitra ojol.

Belum ada aturan yang konklusif pada ide kesejahteraan dari jenis pekerjaan ini. Masih ada kekosongan regulasi untuk melindungi para pekerja ojol.

Padahal, menurut Laporan Outlook Lapangan Pekerjaan Indonesia 2020 oleh Bank Dunia dan Bappenas, kurir paket serta pengemudi transportasi publik termasuk dalam pekerjaan berprospek “cerah” yang jumlahnya makin banyak di Indonesia. Mau cerah dari mana kalau sekarang saja nasib mereka masih carut-marut? []