Berkebalikan dari abolisionis adalah retensionis. Indonesia termasuk negara retensionis bersama dengan China, Yaman, Mesir, Zambia, dan lain-lain termasuk Amerika Serikat.
“Negara-negara yang menggunakan hukuman mati terus berkurang. Jangan sampai Indonesia berada di sisi yang salah dalam sejarah dan dikenang sebagai salah satu negara terakhir yang terus mempertahankan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat ini, meskipun telah jelas tidak ada manfaatnya,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, dalam sebuah pernyataan.
Usman Hamid menilai, Indonesia lebih perlu membenahi sistem penegakkan hukum dan peradilan yang masih jauh dari adil, daripada mempertahankan hukuman mati dan menggunakan ancaman hukuman mati sebagai retorika politis demi mendapatkan dukungan sesaat.
“Padahal data telah menunjukkan bahwa hukuman yang kejam dan tidak manusiawi tersebut tidak menurunkan angka kriminalitas ataupun memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan,” katanya.
Merujuk data Amnesty International, ada setidaknya 114 vonis hukuman mati baru yang dijatuhkan di Indonesia pada tahun 2021. Tidak jauh berbeda dengan 117 vonis hukuman mati yang dijatuhkan pada tahun 2020.
Sebanyak 94 atau 82% di antara vonis mati tersebut dijatuhkan untuk kejahatan narkotika, 14 untuk pembunuhan, dan enam untuk terorisme.
Secara menarik, untuk kasus narkoba, data menunjukkan bahwa hukuman mati tak menurunkan jumlah kasus peredaran obat haram. Usman Hamid mengatakan, prevalensi pengguna narkotika di Indonesia pada tahun 2021 justru mengalami peningkatan dari tahun 2019, naik menjadi 3,66 juta dari 3,41 juta.
“Hal ini menunjukan bahwa asumsi menimbulkan efek jera, setidaknya untuk kasus narkotika menjadi tidak terbukti,” kata Usman.
Penghapusan Hukuman Mati
Jika hukuman mati boleh dianggap sebagai satu-satunya cara menjamin bahwa kejahatan tidak terulang, maka tidak ada data-data kuat untuk mendukung keberhasilannya. Nyatanya, walaupun hukuman mati terus dijalankan, kejahatan masih terus ada.
Dalam hal ini, barangkali penguatan sistem peradilan yang melibatkan semua pihak harus dikedepankan. Hal itu guna menghadirkan hukum yang tegas dan berkeadilan tanpa harus melanggar hak manusia yang paling asasi.
Saat-saat sekarang, sebagaimana sudah dijelaskan, kecenderungan dunia mengarah kepada penghapusan hukuman mati. Dibaca secara sosiologis, hal ini menjadi masuk akal sebab dalam sejarahnya manusia selalu membangun hukum (making the law) dan merobohkannya (breaking the law) jika dirasa sudah tidak ideal lagi bagi tatanan zamannya.