BARISAN.CO – 1.832, itulah jumlah aduan yang diterima Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) terkait asuransi sepanjang 2021, dilansir dari bpkn.go.id (22/12/2021).
Sebagian besar aduan tersebut berkutat pada empat persoalan, yaitu gagal bayar, pailit, misleading produk, dan penolakan klaim.
Memang, menurut penuturan Ahmad Nasrullah, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK, tata kelola perusahaan yang buruk menjadi momok masalah di dalam persoalan yang terjadi di industri asuransi belakangan ini.
Masalah yang mendera dan banyaknya jumlah aduan terkait kinerja industri asuransi membuat wacana pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP) kembali mengemuka. Hal itu tentu berdampak baik untuk mendorong terciptanya tata kelola industri asuransi yang lebih sehat.
Gayung bersambut, Kornelius Simanjuntak, Pengawas dan Pembina Dewan Asuransi Indonesia (DAI), pun mengamini hal itu, seraya turut mendorong OJK dan pemerintah untuk segera membentuk lembaga tersebut.
“Akhir-akhir ini makin banyak permasalahan yang terjadi di sejumlah perusahaan (asuransi),” terang Kornelius, dikutip dari Antara (26/12/2021).
Ia berharap kehadiran LPPP nantinya dapat menjadi titik balik mengembalikan image perusahaan asuransi. Masyarakat pun akan merasa terlindungi menggunakan jasa asuransi, sehingga pengguna jasa asuransi ke depannya akan tumbuh.
Merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, di pasal 53, tercantum adanya program penjaminan polis. Untuk itu, paling lambat tiga tahun setelah UU perasuransian terbit, mestinya LPPP sudah harus terbentuk. Namun, sudah lewat hingga tujuh tahun, belum juga pembentukan lembaga tersebut menunjukkan titik terang.
Respons OJK
Hal senada juga datang dari Muhammad Ridwan, Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK yang tak menampik urgensi keberadaan LPPP.
Hingga sekarang, pembentukan lembaga tersebut masih di tahap penggodokan bersama Badan Kebijakan Fiska (BKF) Kementerian Keuangan.
Keduanya masih merumuskan desain lembaga ini nantinya akan seperti apa.
Setidaknya ada dua opsi terkait bentuk LPPP. Pertama, akan menjadi bagian dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Atau yang kedua, berdiri sebagai lembaga mandiri seperti LPS.
Memilih di antara kedua opsi tersebut akan berimplikasi pada kebutuhan pendanaan yang tak sedikit untuk operasional, SDM, hingga modal awal penjaminan.
Potensi Industri Asuransi
Kendati akhir-akhir ini banyak terganjal kabar miring akibat ulah nakal sejumlah perusahaan asuransi. Namun, industri asuransi masih memiliki prospek yang bagus ke depannya. Kornelius melihat adanya peluang kerja sama yang bisa dikolaborasikan antara perusahaan asuransi dan pialang asuransi.
Sebelumnya, kehadiran pialang asuransi justru tidak diterima dengan baik oleh perusahaan asuransi. Di mana, selama ini, pialang sering dicitrakan merusak pasar dan menghancurkan premi. Maka itu, kolaborasi tersebut tentunya akan menyerasikan pola bisnis dua entitas tersebut, sekaligus menghilangkan kecurigaan di antara keduanya.
Sementara itu, Mohammad Jusuf Adi, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi Indonesia (Apparindo) lebih menitikberatkan kesadaran dari para perusahaan asuransi untuk memenuhi kecukupan modal untuk berbisnis.
Selama ini, menurutnya, beberapa perusahaan asuransi berbisnis tidak sesuai dengan kemampuan internalnya. Karena itu pihaknya seringkali kesulitan menyeleksi perusahaan asuransi bagi nasabah. [dmr]