“Aku tadi dolan di mbak Mirsha Pucung. Sama mas Danang, suaminya dikasih Djarum Super. Saya terima tapi belum saya udut. Saya masih butuh racun 76, belum yang super,” kata Marjo.
Marjo kemudian mengeluarkan selembar cuilan koran yang membahas asap rokok kretek (bukan rokok putih) yang justru menjadi penyembuh kanker.
Sayang otak saya tak secerdas Marjo dalam mencerna kalimat. Sejauh yang saya tangkap, tulisan itu menceritakan penelitan Prof Dr Sutiman B Sumitro, guru besar biomolekuler dari Universitas Brawijaya Malang.
Dijelaskan bahwa penyakit lebih sering disebabkan radikal bebas. Yakni atom yang memiliki kecepatan reaksi supercepat, sepersekian miliar per detik.
Radikal bebas memiliki elektron yang tak berpasangan dengan inti atom. Karena tak berpasangan, sifatnya menjadi reaktif dan memberikan elektron pada lainnya dan menjadi radikal. Itulah yang menjadi sumber penyakit pada manusia dan mempercepat proses penuaan.
Agar tak radikal, biasanya diberi zat antioksidan agar memberikan pasangan elektron. Antioksidan biasanya berupa vitamin C, E, dan A. Namun meski sudah mengonsumsi vitamin, penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas tak kunjung sirna. Secara kimiawi, radikal adalah bentuk gas yang melarutkan vitamin. Karena larut, saat memberikan elektron, vitamin justru kehilangan elektron dan menjadi radikal.
“Wis rampung mocone? Jadi gini, Vitamin itu ibarat lilin. Ingin menyelamatkan radikal bebas tetapi ia sendiri habis terbakar,” kata Marjo mencoba menerjemahkan.
Agar antioksidan pemberi elektron itu tidak larut menjadi radikal. Harus berbentuk gas.
“Dan ngerti, ternyata itu terdapat pada asap rokok, yang memiliki belasan ribu jenis senyawa kimia. Asap rokok bisa diinisiasi menjadi biradikal yang membentuk nano molekuler kompleks. Karena banyak, ketika memberi elektron pada radikal bebas, tak berubah menjadi radikal bebas sebagaimana vitamin,” kata Marjo.
Dasarnya saya nggak suka Fisika dan Kimia, akhirnya melongo saja.
“Pada prinsipnya asap rokok berbahaya bila kandungan kimia seperti penantrin, nikotin, dan merkuri berbentuk partikel bebas. Namun jika kandungan kimia itu tetap berbentuk senyawa dan berkelompok membentuk polimer, asap rokok tidak berbahaya. Wis ngono wae,” kata Marjo.
Saya lalu berpikir bahwa sesungguhnya kampanye anti rokok itu jangan-jangan didanai produsen rokok luar negeri yang ingin mengambil Indonesia sebagai pasar. Apalagi Indonesia memiliki rokok yang khas, rokok kretek.
“Bener jo. Kretek itu beda sama rokok putih. Dan mayoritas penduduk kita udutnya kretek. Produsen kretek hanya Indonesia,” kataku goblog.









