Serial Netflix The Sound of Magic mengisahkan keterpaksaan seorang remaja dalam menjalani kehidupan yang tidak mereka inginkan hingga membawanya menjadi pesulap.
BARISAN.CO – Bob Marley adalag musisi reggae yang paling tersohor hingga saat ini. Meski, penyanyi dan pencipta lagu asal Jamaika ini telah tiada sejak 41 tahun silam, belum ada yang bisa menggantikan tempatnya di blatinka musik reggae.
Setahun sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Bob Marley meluncurkan single berjudul Redemption. Pada saat menulis lagu, dia telah didiagnosis menderita kanker di jari kakinya sejak tahun 1979.
Lagu ini memiliki pesan mendalam bagi pendengarnya, “Bebaskan diri dari perbudakan mental, tidak ada selain diri kita sendiri yang dapat membebaskan pikiran kita.”
Perbudakan mental didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang melihat peristiwa atau dirinya sendiri secara objektif. Orang dengan mental budak tidak menggunakan akalnya untuk mengevaluasi apa yang dikatakan kepadanya. Semua ditelan, tanpa dikunyah terlebih dahulu sehingga mereka selalu mempercayai apa yang dikatakan orang lain, meski itu tidak masuk akal.
Dalam institusi keluarga ini pun terjadi. Orang tua mengedalikan pikiran dan tindakan anaknya. Mereka memberitahu tentang apa yang harus dilakukan dan melucuti impian mereka dengan membentangkan kalimat yang tidak menyenangkan, “Kalian harus nurut. Orang tua lebih tahu yang terbaik bagi anak-anaknya.” Walaupun saat mengikuti titah, anak-anak bisa saja terluka dan depresi, mereka harus dipaksa bertahan untuk menyenangkan orangtuanya.
Ini juga yang digambarkan pada serial Netflix terbaru The Sound of Magic. Sebagai seorang anak, Na Il-deung (Hwang In Yeop) harus meraih prestasi teratas di sekolah demi memenuhi hasrat orang tua. Ayahnya, Na Ji-man (Yoo Jae-Myung) sebagai seorang jaksa ingin Il-deung masuk ke sekolah hukum. Harapannya, kelak Il-deung bisa menjadi hakim atau jaksa seperti dirinya.
Tekanan untuk menjadi yang terbaik membuatnya menderita. Setiap kali stres, alergi Il-deung muncul. Dia bahkan membayar Yoon Ah-yi (Choi Sung-eun) untuk mengalah dalam pelajaran matematika karena nilai Ah-yi dalam pelajaran itu yang paling tinggi.
Hingga suatu hari, pertemuannya dengan pesulap, Ri-Eul (Ji Chang-Wook) membuatnya mulai berpikir, “Jika nilaiku bagus, orangtuaku akan senang, tapi itu membuatku menderita. Namun, jika nilaiku jelek, orangtuaku kecewa, tapi itu membuatku senang.”
Pemikiran itu karena Il-deung harus terus belajar, bahkan di kamarnya, disiapkan ruang khusus belajar yang hanya berisi buku dan catatan yang terpajang di dinding ruangan.
Orangtuanya menyiapkan jalan bagi Il-deung untuk menuju kesuksesan. Namun, dia sangsi, “Apakah kesuksesan itu akan membuat bahagia?”.
Sebuah peristiwa membuat Il-deung dan Ah-yi bersama-sama mengorek masa lalu Ri-Eul. Mereka pun mengetahui, betapa masa lalu pesulap yang selalu mengatakan, “Apakah kau percaya pada sulap”, itu begitu menyakitkan.
Ri-Eul sama seperti Il-deung, nama besar keluarga membuatnya menderita. HIngga saat kelas 3 SMA, dia melakukan percobaan bunuh diri. Bukannya membuka diri, keluarga Ri-Eul justru memasukkannya ke rumah sakit jiwa. Dia pun menghilang dan bersembunyi di taman hiburan yang sudah tidak beroperasional.
Ri-Eul dan Il-deung adalah robot bagi keluarganya. Tak boleh membantah, semua perkataan orang tua adalah benar. Mereka tidak bisa menikmati masa mudanya sama sekali.
Standar masyarakat juga membuat orang bermental budak. Saat sosok Ri-Eul dalam serial The Sound of Magic tidak ingin menjadi profesor seperti orang tua dan saudaranya, dia dianggap gila. Begitu juga standar kecantikan yang membuat negara seperti Nigeria melakukan bleaching kulit.