Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Direktur Eksekutif PUNDI: Tidak Jelasnya Orientasi Pendidikan di Indonesia

Redaksi
×

Direktur Eksekutif PUNDI: Tidak Jelasnya Orientasi Pendidikan di Indonesia

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Direktur Eksekutif Pundi, Haryono Kapitang dalam pengantarnya menyatakan bahwa tema webinar “Arah Baru Pendidikan Indonesia” berangkat dari keresahan Pundi melihat tidak jelasnya orientasi pendidikan yang ada di Indonesia.

Menurut laporan Re-imaigining Our Futures UNESCO, Sistem pendidikan kini terlalu menekankan nilai keberhasilan individu, pembangunan ekonomi dan persaingan nasional, sambil mengorbankan kebersamaan, pemahaman kesalingtergantungan manusia, serta kepedulian ke sesama dan Bumi.

“Seharusnya pendidikan harus menjamin solidaritas, welas asih, etika, dan empati tertanam dalam desain kegiatan belajar”, imbuhnya, Kamis (26/8/2022) malam.

Webinar dengan tema bertema “Arah Baru Pendidikan Indonesia” diselenggarakan Yayasan Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) berkolaborasi dengan Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB Post).

Acara yang dipandu Indra Charismiadji, pengamat pendidikan nasional dan Prof. Dr. Ki Supriyoko M.Pd., Ketua Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Tamansiswa.

Haryono Kapitang mengatakan PUNDI berkolaborasi dengan JIB Post memilih tema webinar “Arah Baru Pendidikan Indonesia” sebagai upaya merefleksikan kembali situasi pendidikan nasional mutakhir yang berjalan tanpa orientasi.

“Jika kita melihat fenomena dan polemik pendidikan nasional akhir-akhir ini yang cenderung didominasi budaya pragmatis dan mengalami dekadensi nilai moral yang akut. Maka, Pundi bersama JIB Post ingin mengulas problematika ini secara mendalam”, jelasnya.

Webinar yang diadakan Pundi juga mengundang Alpha Amirrachman, M.Phil., Ph.D., Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membawakan opening speech untuk membuka diskusi webinar yang akan berlangsung.

Salah satu peserta diskusi, Bapak Ulin Nuha yang berasal dari Ketapang, Kalimantan Barat, mengatakan bahwa webinar seperti ini sangat membantu dirinya, yang juga merupakan praktisi pendidikan.

“Diskusi sangat jarang di daerah-daerah, padahal di sana sangat membutuhkan wawasan mengenai pendidikan Indonesia secara umum,” ujar Ulin Nuha

Begitu pula yang dirasakan Bapak Zul Arfi, peserta diskusi yang berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat. Menurutnya, guru-guru di daerah sangat kesulitan menerapkan kurikulum merdeka belajar yang dicanangkan Kemendikbudristek.

Pembicara pertama, Indra Charismiadji menyinggung mengenai konsep merdeka belajar yang dinilai tidak mempunyai nilai akademis dan filosofis.

“Konsep merdeka belajar, yang digadang-gadang sebagai hasil refleksi pemikiran Ki Hadjar Dewantara ternyata sama sekali tidak memiliki nilai akademis dan filosofis. Sejatinya, konsep merdeka belajar adalah konsep dagang, bukan konsep pendidikan”, tegasnya.

Webinar Arah Baru Pendidikan Indonesia

Kawal RUU Sisdiknas 

Indra Charismiadji mengatakan RUU Sisdiknas tidak mencantumkan naskah akademik. Padahal, untuk sebuah kebijakan yang mengarahkan orientasi pendidikan Indonesia ke depannya sama sekali tidak diketahui asal-usulnya.

“Lebih parahnya, RUU Sisdiknas disusun tetapi tidak diketahui naskah ademiknya ada di mana. Ini kan menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan ternyata tidak mempunyai ukuran yang jelas”, ucapnya.

Ia menyarakan, sejatinya jika ingin memperbaiki kualitas Pendidikan Indonesia terlebih dahulu harus menyusun grand design bagi pendidikan Indonesia. Jika ini tidak dilakukan, maka yang terjadi ialah arah pendidikan Indonesia menjadi tidak terukur dan tidak terarah. 

“Ibaratnya seperti Gojek. Kita punya aplikasinya tapi tidak punya ojeknya. Pendidikan yang mau dibawa tidak jelas arahnya sebab kita tidak tahu mau ke arah mana,” jelasnya.