Scroll untuk baca artikel
Blog

Tikus – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Tikus – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

Sedetik kemudian Sariman sudah terlihat larut dalam kerumunan pengunjung yang menjejali halaman pasar tersebut.  Matanya sibuk mengamati berbagai aneka barang dagangan yang digelar oleh para pedagang.  Sedang asyik-asyiknya mengamati sebuah radio transistor bekas, Sariman dikagetkan oleh tangan seseorang yang seperti memasukkan sesuatu ke dalam kantong saku belakang celananya. Rasa-rasanya seperti sebuah dompet yang tebal. 

Tetapi ketika tangan Sariman hendak meraba kantong saku celananya tersebut tiba-tiba saja badannya seperti didorong dengan keras oleh seseorang.  Hampir saja Sariman terjatuh menimpa barang dagangan yang digelar di depannya.  Untung saja seorang polisi yang berdiri di sebelahnya segera meraih tubuhnya.  Beberapa orang terlihat memandang Sariman dengan tatapan tak menyenangkan sambil mulutnya menyumpahinya. 

Dan ketika Sariman telah berhasil meraba kantong saku belakang celananya tersebut, barang mirip dompet itupun telah raib entah ke mana.  Mungkin seseorang telah mengambilnya kembali saat dirinya hendak terjatuh tadi.  Dorongan itu sepertinya memang sengaja dilakukan oleh seseorang agar dompet tersebut dapat diambilnya kembali tanpa sepengetahuan Sariman.   Belum hilang rasa bingungnya, tiba-tiba seorang polisi yang tadi menolongnya segera menggamit tangan Sariman sembari berbisik pelan.

“Ayo kita ke sana!  Ikut saja Tidak usah takut!” ucap polisi tersebut sambil setengah memaksa.  Sariman hanya dapat celingukan saja ketika Polisi tersebut menggandengnya ke arah warung sate yang terletak di pojok pasar.  Bersamaan dengan sampainya Sariman di warung sate tersebut tiba-tiba terdengar teriakan  keras.  Asal suaranya  dari deretan pedagang kaki lima.

”Copet!  Copet!  Copet!”

Teriak seorang laki-laki sambil memperlihatkan sebuah tas kecilnya yang robek oleh sayatan silet.  Teriakan itu terdengar sedemikian memilukan.  Lelaki bernasib sial itu sepertinya adalah seseorang yang tadi berdiri di sebelah kanan Sariman.  Sontak suasana pasar menjadi gaduh dan riuh.  Beberapa polisi langsung menuju ke arah sumber suara untuk menenagkan lelaki tersebut.  Beberapa polisi segera menutup pintu gerbang pasar.  Yang lain terlihat mulai menggeledah satu persatu orang yang berdiri di dekat lelaki tersebut.  Hasilnya nihil.  Lelaki itu menagis sejadi-jadinya.  Uang hasil penjualan 3 ekor sapinya raib dalam sekejab saja.

“Satenya tambah dua piring lagi Pak!” pinta lelaki berbaju putih yang telah terlihat duduk di ujung warung tatkala Sariman dan seorang polisi memasuki warung. Hidung Sariman mendadak kembang kempis mencium aroma lezatnya sate kambing.  Namun begitu dirinya masih belum mengerti mengapa ia dibawa ke warung sate ini oleh polisi  yang tak dikenalnya tersebut.  Polisi itu selanjutnya mengajak Sariman untuk duduk tak jauh dari lelaki berbaju putih yang tampak tenang melahap satenya.  Lelaki itu menoleh sebentar kepada Sariman.  Ia terlihat melemparkan senyum ramah kepada Sariman.  Sariman pun membalas senyumnya tersebut.  Senyum yang sangat ramah dan seolah-olah bagai sudah kenal lama dengan Sariman.

“Daging empuk Jhon!” ucap polisi tersebut kepada lelaki berbaju putih itu.  Lelaki yang disapa dengan sapaan jhon tersebut hanya mengangguk pelan saja.  Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.  Mulutnya sibuk mengunyah sate kambing yang dihadapinya.  Penampilannya kalem sekali. Sampai di sini Sariman masih belum mengerti mengapa ia berada di warung sate kambing tersebut.  Hatinya masih penuh tanda tanya ketika sepiring nasi dan sepiring sate kambing telah terhidang di hadapannya tersebut.