BARISAN.CO – Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, jumlah pekerja migran secara global di tahun 2019 sebanyak 169 juta jiwa. Lebih dari dua pertiganya bekerja di negara-negara berpenghasilan tinggi. Yakni di Eropa Utara, Selatan, dan Barat (24,2%), Amerika Utara (22,1%), dan negara-negara Arab (14,35).
Laporan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengungkapkan, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) semester I 2022 sebanyak 62.187. Mayoritas merupakan lulusan SMA (27.601), SMP (20.371), dan SD (11.224).
ILO menyebut, ada 4,3 juta PMI yang terdokumentasi saat ini. Jumlah pekerja yang tidak berdokumen diperkirakan jauh lebih tinggi.
Berdasarkan hasil investigasi Guardian, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pemetik beri di pertanian yang memasok Marcks & Spencer, Waitrose, Sainsbury’s, dan Tesco dibebani utang hingga 5.000 Euro oleh broker asing tanpa izin untuk bekerja di Inggris selama satu musim.
Dari slip gaji dan dokumen lain yang diperlihatkan kepada Guardian tersebut, pemetik di pertanian Kent awalnya diberi kontrak tanpa jam kerja dan minimal diupah kurang dari 300 Euro seminggu setelah dikurangi biaya penggunaan karavan.
Biaya yang mereka bayarkan untuk mendapatkan pekerjaan termasuk penerbangan visa, tetapi beberapa pekerja mengatakan mereka membayar biaya tambahan ribuan pound kepada broker Indonesia yang menjanjikan penghasilan besar.
Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Inggris, ilegal untuk membebankan biaya pekerja untuk mencarikan pekerjaan.
Salah satu TKI menyampaikan, dia menjadikan rumah keluarganya di Bali sebagai jaminan dan kini takut hilang.
“Sekarang saya bekerja keras hanya untuk membayar kembali uang itu. Saya kadang tidak bisa tidur. Saya memiliki keluarga yang membutuhkan dukungan untuk makan dan sementara itu, saya memikirkan utang,” katanya.
Brexit dan perang di Ukrainan menciptakan kekurangan tenaga kerja kronis di sektor pertanian Inggris. Pakar hak-hak imigran mengatakan, situasi tersebut menempatkan pekerja pada risiko yang pada dasarnya adalah kerja paksa.
Home Office and Gangmasters and Labor Abuse Authority (GLAA) sedang menyelidiki tuduhan itu dan supermarket bergegas menyelidiki masalah yang diangkat oleh Guardian ini.
Ratusan pekerja pertanian Indonesia direkrut untuk bekerja di Inggris untuk musim panas ini dengan visa pekerja musiman, rute imigrasi dbuat agar dapat mengatasi kekurangan pekerja pasca Brexit.
Puluhan pemetik dikirim ke peternakan Clock House untuk memasok buah beri ke sebagian besar supermarket besar dan telah muncul dalam iklan M&S.
Clock House merasa sangat prihatin denga tuduhan itu. Pihaknya mengatakan, tidak akan menandatangani perjanjian dengan atau mengambil pekerja dari entitas mana pun yang terlibat dalam aktivitas semacam itu [pembebanan biaya]. Dikatakan, mereka sedang bekerja dengan pihak berwenang untuk menyelidiki klaim tersebut.
Agen Rekrutmen Mengaku Tidak Tahu-Menahu
TKI yang dipasok oleh salah satu dari empat agen Inggris yang memiliki izin merekrut dengan menggunakan visa pekerja musiman membantahnya. AG Recruitment membantah melakukan kesalahan dan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang memungut uang.
Menurut salah satu agen Al Zubara Manpower yang berbasis di Jakarta, AG tidak memiliki pengalaman di Indonesia dan mencari bantuan ke mereka, yang pada gilirannya pergi ke broker di pulau lain dan membebankan biaya selangit kepada orang-orang yang mereka perkenalkan.
Invoices yang ditunjukkan ke Guardian menunjukkan, pekerja di Clock House utang antara 4.400-5.000 Euro ke brker di Bali yang memasok pekerja ke Al Zubara Manpower.