Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Demensia Perlu Jadi Prioritas Kesehatan Masyarakat

Redaksi
×

Demensia Perlu Jadi Prioritas Kesehatan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO-Demensia merupakan sindrom yang umumnya bersifat kronis dan dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif yang berdampak dari penuaan biologis. Sindrom tersebut dapat memengaruhi memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa, serta penilaian. Umumnya, gangguan fungsi kognitif ini dimulai dengan perubahan suasana hati, kontrol emosi, perilaku maupun motivasi.

Meski penyebab kematian ketujuh dari semua penyakit dan disabilitas serta ketergantungan pada orang tua, demensia belum mendapat perhatian serius. Menurut ‘Laporan status global tentang respon kesehatan masyarakat terhadap demensia’ dari organisasi kesehatan dunia (WHO) pada Rabu (2/9/2021), hanya seperempat dunia yang memiliki kebijakan, strategi, atau rencana nasional dalam mendukung penderita demensia dan keluarganya.

Setengahnya merupakan negara yang berada di wilayah Eropa dan sisanya terbagi di wilayah lainnya. Namun WHO menyebut perlu adanya komitmen baru dari pemerintah di wilayah Eropa tersebut karena banyak rencana yang telah kedaluwarsa.

Di waktu yang bersamaan, jumlah penderita demensia mengalami peningkatan. WHO memperkirakan ada lebih dari 55 juta penderita demensia di dunia ini, dengan rincian 8,1 persen perempuan dan 5,4 persen laki-laki berusia diatas 65 tahun. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat di tahun 2030 menjadi 78 juta orang dan tahun 2050 menjadi 139 juta orang.

Sedangkan di Indonesia, dikutip dari organisasi non-profit Alzheimer Indonesia memperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang menderita demensia pada 2016. Jumlah ini akan meningkat menjadi 2 juta pada 2030, dan 4 juta orang pada 2050.

Biaya global demensia pada tahun 2019 sekitar US$1,3 triliun dan diproyeksikan akan meningkat menjadi US$1,7 triliun di tahun 2030 atau bisa menjadi US$2,8 triliun apabila dikoreksi dengan kenaikan biaya perawatan. Sedangkan di Asia pemicu tingginya biaya penanganan demensia disebabkan oleh kurangnya pemahaman atas penyakit tersebut dan kurangnya SDM serta pelatihan bagi para pendamping orang dengan Demensia (ODD).

Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan demensia bukan hanya merampas jutaan ingatan, kemandirian, dan martabat, namun juga merampas orang-orang yang dikenal dan dicintai.

“Dunia mengecewakan orang-orang dengan demensia dan itu menyakitkan kita semua. Empat tahun lalu, pemerintah menyetujui serangkaian target yang jelas dalam meningkatkan perawatan demensia. Tetapi, target saja tidak cukup,” tegas Tedros.

Tedros menambahkan WHO membutuhkan tindakan bersama dalam memastikan semua penderita demensia dapat hidup dengan dukungan serta martabat yang layak didapatkan.

Empat tahun yang lalu atau tepatnya Mei 2017, Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan rencana aksi global tentang respon kesehatan masyarakat terhadap demensia 2017 hingga 2025. Rencana tersebut berisi cetak biru tindakan yang komprehensif bagi pembuat kebijakan, mitra internasional, regional, dan juga nasional.

Adapun tindakan yang dimaksudkan ialah menjadikan demensia sebagai prioritas kesehatan masyarakat, meningkatkan kesadaran akan demensia dan menciptakan masyarakat inklusif, mengurangi risiko, diagnosis, pengobatan dan perawatan, sistem informasi bagi penderita demensia, dukungan pengasuhan, serta penelitian dan inovasi.

WHO bahkan meluncurkan platform Pertukaran Pengetahuan sebagai pelengkap sarana pengawasan internasional, Observatorium Demensia Global (ODG) yang merupakan gudang bidang demensia dengan tujuan mendorong pertukaran multi arah antar keawasan, negara, serta individu dalam memfasilitasi tindakan global.