Rekomendasi Gusdurian
Pandangan dan Rekomendasi Jaringan GUSDURian dalam TUNAS 2020 Demi menghadapi berbagai tantangan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, Rabu (16/12/2020).
Adapun sembilan rekomendasi tersebut yakni:
1. Menegakkan kembali prinsip negara yang melindungi semua warganya, tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras serta mempraktikkan nilai kesetaraan bagi semua warga negara dalam praktik bernegara sesuai dengan konstitusi.
2. Memperkuat politik kewargaan dan mengawal terbukanya kembali diskursus tentang negara dan kewargaan. Masyarakat sipil perlu memperkuat basis sosial untuk menguatkan kontrol terhadap kekuasaan, agar struktur relasi dengan negara lebih transformatif sehingga posisi masyarakat sipil tidak semakin terkooptasi oleh negara.
3. Pemerintah dan DPR RI perlu mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Perubahan UU ITE, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RUU
Perubahan UU HAM. Pemerintah dan DPR RI harus melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memperkuat Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI). Masyarakat perlu membangun sistem kontrol jalannya pemerintahan baik pusat dan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada melindungi mereka yang lemah atau dilemahkan dan inklusif.
4. Perlu adanya pembaharuan paradigma pendidikan terkait arah dan pengelolaan hingga perbaikan kultur lembaga dalam kolaborasinya dengan masyarakat.
Hal tersebut perlu dilakukan agar sistem pendidikan Indonesia tidak lagi terdikte oleh kepentingan politik ekonomi global. Melainkan konsisten pada dasar Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai agama, dan budaya lokal.
5. Mendorong konsep “Pribumisasi Islam” sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan.
Untuk itu, perlu disosialisasikan pandangan Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
6. Eksploitasi sumber daya alam telah mengakibatkan berbagai bencana yang berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat. Saat ini dunia menghadapi krisis global perubahan iklim. Penyebab perubahan iklim adalah kenaikan emisi gas rumah kaca yang di antaranya disumbang oleh eksploitasi sumber daya alam dan konsumsi energi kotor.
Oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan transisi energi bersih di Indonesia, karena energi kotor—terutama energi batu bara—merupakan salah satu penyumbang terbesar krisis perubahan iklim skala global.
7. Perlu dibangun paradigma ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis pada nilai kemanusiaan dan keadilan lingkungan. Selama ini paradigma pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi yang hanya melayani kepentingan investasi tanpa mengindahkan aspek keadilan dan pemerataan, sehingga mengakibatkan eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam dan melahirkan ketidakadilan lingkungan (environmental injustice).
8. Pemerintah perlu memperkuat ekonomi dan keuangan bagi kelompok lemah dengan mendorong kemudahan akses fasilitas-perkreditan-permodalan bagi UMKM. Juga perlu melakukan upaya serius untuk memangkas ketimpangan ekonomi dan meningkatkan kemampuan daya beli rakyat.
Perlu memperkuat kebijakan untuk melindungi dan menumbuhkan sektor pertanian pangan, dan kelautan, serta mengembangkan perekonomian kreatif yang memfasilitasi rantai produksi dan distribusi perekonomian nasional.
9. Menjadikan perempuan, anak, dan keluarga sebagai isu penting yang harus direspons dengan serius oleh seluruh elemen bangsa sekaligus menjadikannya sebagai perspektif yang inheren dalam semua isu kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Perempuan, anak, dan keluarga harus diposisikan sebagai subjek dan aktor perubahan sosial.
Karena itu perlu ada upaya mempromosikan narasi tentang perempuan, anak, dan keluarga yang berbasis pada nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan untuk membendung narasi-narasi serupa yang melanggengkan subordinasi dan ketidakadilan pada perempuan dan anak. Perlu juga melakukan gerakan literasi kontekstual dan hukum agar masyarakat memiliki daya kritis dan mampu menghadapi persoalan hukum yang berkaitan dengan isu tersebut.
Sebagaimana disampaikan oleh Gus Dur, “Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi.” Oleh karena itu, kami mengajak segenap komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya keadilan untuk Indonesia sejahtera, damai, dan beradab.