“Learners needs endless feedback more than They need endless teaching”
Grant Wiggins
BARISAN.CO – Penilaian merupakan aspek kritis dari proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengumpulkan, menafsirkan dan menganalisis kemampuan dan pemahaman siswa. Kualitas pembelajaran dapat ditentukan oleh kualitas praktik penilaian di sekolah. Karena proses penilaian menujukkan bukti ketercapaian pembelajaran siswa.
Ada banyak tujuan penilaian yang berfokus pada berbagai dimensi pengembangan pendidikan, namun tujuan penilaian yang paling dominan adalah meningkatkan pembelajaran siswa dan mengembangkan langkah-langkah akuntabilitas untuk pembelajaran di tingkat kelas dan sekolah.
Praktik dan strategi penilaian harus mendorong berkembangnya keterkaitan teori dengan kehidupan nyata – penerapan praktik pembelajaran kontekstual. Penilaian dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam pembelajaran siswa dan dengan demikian perlu diintegrasikan dalam proses belajar mengajar sehari-hari di kelas.
Oleh karenanya praktik penilaian dalam bentuk ujian sekolah harus mendorong berkembangnya konektivitas teori dengan kehidupan nyata.
Penilaian dalam bentuk Ujian Sekolah
Saat ini pemerintah – kemendikbud ristek, mengevaluasi dan melakuan perubahan yang cukup mendasar dalam proses penilaian pendidikan. Salah satu wujud perubahan itu ialah mengganti pola penilaian peserta didik yang berbasis ujian berskala nasional, dengan model penilaian kompetensi siswa dalam program Asesmen Nasional.
Pendidikan bukan lagi dipandang alat menciptakan para pekerja industri, seperti yang selama ini orientasi pendidikan adalah melahirkan anak-anak “cerdas” secara akademik. Indikatornya ialah nilai ujian bertaraf nasional -UN. Muaranya adalah keberhasilan masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memenuhi capaian dari semangat pemenuhan wajib belajar 12 tahun.
Lalu bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan atau kesempatan melanjutkan hingga perguruan tinggi, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri sebagai pekerja buruh atau level operator.
Perubahan paradigma tentang ujian di sekolah menjadi hal yang amat penting untuk ditinjau, diveluasi dan diubah. Dengan adanya kebijakan penggantian Ujian Nasional kepada proses Asesmen Nasional, menjadi jalan baru yang membuka pikiran seluruh pegiat Pendidikan dan pemangku kepentingan memahami fungsi ujian secara esensial dalam aktifitas pendidikan dan pengajaran.
Fungsi ujian sekolah sejatinya adalah untuk mengumpulkan informasi yang relevan tentang kompetensi, kinerja dan perkembangan pemahaman siswa, atau untuk menentukan minat siswa untuk membuat penilaian tentang proses belajar mereka.
Setelah menerima informasi ini, guru dapat merenungkan tingkat pencapaian setiap siswa, serta kecenderungan kelompok tertentu, untuk menyesuaikan rencana pengajaran mereka selanjutnya.
Jadi ujian bukan untuk “menghakimi peserta didik”. Ujian adalah proses untuk membantu memetakan kemampuan peserta didik dan dijadikan bahan perencanaan kegiatan belajar oleh guru, untuk memfasilitasi peserta didik mencapai capaian belajarnya dengan baik, relevan dengan kondisi dan karakteristiknya masing-masing.
Peran Orang Tua
Dengan fungsi dan tujuan ujian di sekolah berdasarkan konsep Asesmen Nasional, peran orang tua sebagai penanggungjawab utama pendidikan anak adalah menjadi pendamping sekaligus pendidik bagi mereka menjalankan proses untuk mencapai pemahaman, sebagaimana secara struktur kurikulum dan program kegiatannya dirancang oleh pihak sekolah.
Bersama orang tua, anak-anak akan mendapatkan feedback yang tiada akhir. Karena capaian pemahaman di sekolah kelak akan menjadi bekal keterampilan hidup di rumah dan di kehidupan anak-anak bersama lingkungannya.
Orang tua sebaiknya memandang bahwa ujian di sekolah adalah bagian dari tahapan yang realistis dihadapi anak dalam proses belajar. Kemudian menanamkan pemahaman itu kepada anak melalui keterampilan dan pengetahuan, serta dukungan moril dan inspirasi menjadi sosok yang optimis, berpikiran terbuka dan kritis.
Ujian yang sesungguhnya bagi anak adalah menjadi manusia yang utuh dan tumbuh berkembang sesuai zamannya. Pola pikir yang adaptif, realistik harus ditanamkan sebagai tools utama menghadapi ujian. Baik ujian di sekolah maupun ujian dalam kehidupan nyata.
Ada tiga peran yang perlu dilakukan oleh orang tua berkenaan ujian sekolah dalam proses pendidikan:
Pertama, sebagai fasilitator
Melalui peran ini, orang tua hendaknya memberikan fasilitasi pembelajaran secara optimal. Baik fasilitas pendukung pembelajaran saat menghadapi ujian, maupun memberikan dorongan yang positif ketika akan menghadapi, saat menjalani, dan setelah selesai ujian. Dorongan itu bisa berupa penguatan materi, pemahaman materi hingga evaluasi pencapaian materi.
Kedua, sebagai kontributor
Melalui peran ini, orangtua menjadi penyedia bahan tambahan yang relevan, bahkan lebih kontekstual untuk mejembatani kegiatan ujian sekolah dengan praktik dan konteks kehidupan nyata. Artinya bahwa setiap permasalahan dalam bentuk penilaian ada hubungannya dengan permasalahan yang sesungguhnya dalam kehidupan. Setiap kompetensi yang harus dicapai melalui ujian, memiliki tujuan dan manfaat yang jelas untuk keterampilan hidup.
Ketiga, sebagai evaluator
Melalui peran ini, orangtua menjadi pendamping untuk mengevaluasi pencapaian anak selama dan setelah proses ujian. Terutama sebagai bahan masukan kepada diri anak dan pihak sekolah terkait integrasi pemahaman dan keterampilan yang dikuasi anak selama menjalani proses pembelajaran.