Sebagai istilah khas Jawa, kiai tidak hanya menyangkut orang, tetapi juga benda yang dianggap terhormat seperti Kiai Nogososro, sebutan untuk sebuah keris, Kiai Plered sebutan tombak, dan Kiai Slamet, seekor kerbau yang dikeramatkan.
Gelar Kiai bukan berasal dari capaian pribadi, seolah-olah sok agamis dan religius. Melainkan anugerah kepada seseorang karena keahlian di bidang agama, integritas moral dan komitmen menjaga nilai-nilai kenabian.
Di masyarakat sebutan kiai juga merujuk istilah ulama yang berarti pewaris para nabi. Timbul pula anggapan bahwa segala ajaran, ucapan, dan tidakkan kiai patut diteladani. Sehingga kiai menjelma menjadi pemimpin kharismatik yang dihormati.
Kiai juga merujuk pemilik atau pengasuh pondok pesantren. Pesantren membutuhkan figur bernama kiai. Sehingga posisi kiai sangat menonjol dan begitu juga dengan relasi sosial antara kiai dan santri. Muncul pula bahwa kiai tidak hanya memiliki kemampuan yang rasional namun juga memiliki nalar irrasional atau yang tidak kasat mata. Sehingga kiai di pesantren memiliki kekuatan dan menjadi sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan.
Jadi jangan main sandiwara kiai-kiai-nan ya. Saya memiliki lelaku, kiai merupakan sosok yang memiliki jiwa kasih sayang dan mengajarkan nilai-nilai kenabian. Maka jika ada ustaz atau kiai membawa pentungan itu artinya sedang berperan jaga pos kamling.
Istilah kiai teramat penting, selain posisi kiai yang sangat penting. Kiai yang memiliki kemampuan personal, mampu membaca realitas, menjadi pribadi yang senantiasa memberikan solusi persoalan keumatan.
Yahhh….Ustaz dan Kiai mengalami pergeseran. Bukan Kiai Cungkring lho.


