Nilai tukar rupiah menjadi salah satu masalah paling mencolok yang disorot Adrian. Selama satu dekade, rupiah terus terdepresiasi hingga menyentuh titik terendah sebesar Rp 17.000 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat berada di level terkuat Rp 11.600 per dolar AS pada awal masa pemerintahan Jokowi.
Adrian menyebut depresiasi sebesar 40 persen ini sebagai salah satu penurunan terburuk dalam 25 tahun terakhir.
Adrian juga mengkritik peringkat utang Indonesia yang masih berada di level BBB menurut lembaga pemeringkat internasional.
Meskipun ini berarti Indonesia memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangannya, status BBB menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tetap rentan terhadap fluktuasi global.
Peringkat yang tidak meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini mencerminkan kurangnya kemajuan dalam pengelolaan utang dan keuangan negara.
Meningkatnya Utang dan Lemahnya Cadangan Devisa
Kritik terhadap pengelolaan ekonomi Jokowi juga datang dari Awalil Rizky, ekonom dari Bright Institute.
Awalil mencatat bahwa meskipun cadangan devisa Indonesia meningkat, namun kenaikannya sangat kecil dibandingkan dengan era pemerintahan sebelumnya.
Ia menyebutkan bahwa selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), cadangan devisa Indonesia meningkat tiga kali lipat, sedangkan pada era Jokowi kenaikan ini jauh lebih lambat.
Selain itu, utang pemerintah mengalami lonjakan besar selama masa pemerintahan Jokowi. Ketika Jokowi memulai masa jabatan pada 2014, utang Indonesia berada di angka Rp 2.608,7 triliun.
Hingga akhir September 2024, utang pemerintah telah membengkak menjadi Rp 8.641 triliun, sebuah peningkatan yang signifikan dan menjadi beban besar bagi keuangan negara.
Kritik yang disampaikan Adrian Panggabean dan Awalil Rizky menyoroti bahwa meskipun ada berbagai klaim keberhasilan ekonomi dari pemerintah, banyak masalah mendasar yang belum terselesaikan selama satu dekade kepemimpinan Presiden Jokowi.
Dari pasar saham yang kurang berkembang hingga meningkatnya utang negara, kritik ini menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah di masa mendatang.
Pengelolaan ekonomi yang lebih efektif, terutama dalam stabilitas nilai tukar rupiah, peningkatan rasio pajak, dan pengurangan beban utang, menjadi tantangan yang mendesak untuk diperbaiki. []