Scroll untuk baca artikel
Berita

Utang Pemerintah Mencapai Rp9.000 Triliun, Ekonom: Ini Lebih Buruk dari yang Diperkirakan

×

Utang Pemerintah Mencapai Rp9.000 Triliun, Ekonom: Ini Lebih Buruk dari yang Diperkirakan

Sebarkan artikel ini
Utang Pemerintah Mencapai 9.000 Triliun
Ilustrasi/Barisan.co

“Meskipun strategi ini dianggap sebagai solusi jangka pendek, risiko pembiayaan kembali (refinancing) semakin tinggi. Pemerintah harus memastikan bahwa investor tetap tertarik untuk membeli SBN,” tambah Awalil.

Dalam siaran pers “APBN Kita” Maret 2025, Kementerian Keuangan menyebut bahwa investor asing masih tertarik untuk membeli SBN domestik. Hingga 10 Maret 2025, investor asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp22,43 triliun.

Namun, jika dibandingkan dengan pihak lain, angka tersebut masih jauh lebih kecil. Bank Indonesia tercatat membeli SBN senilai Rp47,07 triliun, sementara perbankan nasional sebesar Rp23,98 triliun, serta sektor asuransi dan dana pensiun sebesar Rp28,40 triliun.

“Ketika Bank Indonesia menjadi pembeli utama SBN, ini bisa menjadi indikasi bahwa permintaan dari investor asing tidak sekuat yang diharapkan,” kata Awalil.

Salah satu sorotan dalam laporan “APBN Kita” Maret 2025 adalah tidak adanya informasi terbaru mengenai posisi utang pemerintah per 28 Februari 2025. Data terakhir yang tersedia adalah posisi per 31 Januari 2025, yang telah mencapai Rp8.909,13 triliun.

“Sebelumnya, informasi posisi utang selalu disajikan dalam laporan bulanan. Namun, pada Januari 2025, data per 31 Desember 2024 tidak disajikan, dan pada Maret ini, data per 28 Februari juga tidak tersedia. Ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi,” ungkap Awalil.

Berdasarkan data pembiayaan utang hingga Februari, dengan tambahan utang sebesar Rp70,94 triliun dibandingkan Januari, Awalil memperkirakan bahwa posisi utang pemerintah per 28 Februari 2025 telah mencapai sekurangnya Rp9.000 triliun.

Faktor lain yang memperburuk kondisi utang adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Pada 31 Januari 2025, rupiah berada di posisi Rp16.312 per dolar AS, namun pada 28 Februari 2025, melemah menjadi Rp16.575, atau turun sekitar 1,61%.

“Sekitar 29% dari utang pemerintah berdenominasi valuta asing, dan 90% di antaranya dalam bentuk dolar AS. Ketika rupiah melemah, jumlah utang dalam rupiah otomatis meningkat, sehingga beban utang semakin besar,” jelas Awalil.

Dengan tren pembiayaan utang yang terus meningkat dan risiko pembiayaan kembali yang tinggi, Awalil menilai bahwa pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam mengelola utang.

“Kondisi ini perlu diawasi dengan ketat. Pemerintah harus memastikan bahwa strategi pengelolaan utang tetap berkelanjutan, sehingga tidak menambah tekanan terhadap perekonomian di masa depan,” pungkasnya. []