Berdasar data akhir tahun 2020, penulis memprakirakan utang BUMN yang belum tercakup data SUSPI per akhir triwulan II-2021 sekitar Rp800 triliun. Dengan memasukannya, maka utang sektor publik mencapai kisaran Rp13.625 trilliun. Rasionya atas PDB menjadi sebesar 82,47%.
Risiko tertinggi tampak dihadapi oleh korporasi publik (BUMN) bukan lembaga keuangan. Berdasar data SUSPI, porsinya yang berdenominasi valuta asing memang hanya 33,04%, sedangkan yang berdenominasi rupiah mencapai 66,96%. Akan tetapi, yang bersifat utang luar negeri atau kepada pihak asing mencapai 61,86%, dan utang dalam negeri sebesar 38,14%.
Terkait jangka waktu pelunasan. Utang kelompok BUMN ini yang harus dilunasi dalam waktu kurang dari setahun (dari akhir Juni 2021) mencapai 21,78% dari total utangnya.
Sayangnya, tidak tersedia informasi publik yang memadai tentang utang BUMN. Bahkan di laman Kementerian BUMN, informasi terkini posisi utang seluruh BUMN adalah data per akhir tahun 2019. Tidak lagi tersedia, rincian untuk masing-masing BUMN. Apalagi yang bersifat profil utangnya.
Padahal, salah satu tantangan berat perekonomian Indonesia kini hingga beberapa tahun ke depan adalah kinerja keuangan BUMN. Jika beberapa BUMN berskala besar mengalami gagal bayar utang hingga beberapa kali, dampaknya akan sangat besar pada kondisi keuangan negara serta kondisi perekonomian secara keseluruhan. Penulis berharap hal tersebut tidak sampai terjadi. [rif]