SUSPI melaporkan utang tersebut yang berdenominasi rupiah sebesar Rp9.728,23 triliun (72,34%) dan dalam valuta asing sebesar Rp3.720,60 triliun (27,66%). Dalam hal pihak pemberi utang atau kreditur, terdiri dari domestik sebesar Rp9.618,15 triliun (71,52%) dan dari asing sebesar Rp3.830,69 triliun (28,48%).
Dalam hal jatuh tempo atau harus dilunasi, yang berjangka pendek sebesar Rp5.720,47 triliun (42,54%) dan yang berjangka panjang sebesar Rp7.728,36 triliun (57,46%). Jangka pendek menurut waktu sisa artinya yang memang ketika transaksi disepakati berjangka pendek (kurang dari setahun), ditambah yang berjangka panjang, namun waktu pelunasannya sudah kurang dari setahun.
Perlu diketahui bahwa sebagian utang berjangka pendek dimaksud berupa simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) pada Bank BUMN. Dalam hal DPK berupa tabungan dan giro memang diperlakukan sebagai utang, namun memiliki karakteristik risiko yang berbeda dengan utang jangka pendek lainnya.
Bagaimanapun, posisi utang sektor publik pada akhir tahun 2021 sebesar Rp13.448,83 triliun terbilang sudah besar dan memiliki risiko yang cukup tinggi. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2021 tercatat sebesar Rp16.970,78 triliun. Dengan demikian, rasio utang sektor publik atas PDB sudah mencapai 79,25%.
Posisi utang sektor Publik cenderung meningkat secara nominal maupun rasionya atas PDB selama beberapa tahun terakhir. Terutama karena kenaikan utang Pemerintah dan utang BUMN. Tren itu terjadi sejak sebelum era pandemi. Dampak pandemi kemudian menambah laju peningkatannya.
Posisi dan rasio utang sektor publik akan menjadi lebih besar jika data seluruh BUMN dimasukan. Sebagai contoh pada akhir tahun 2020, LKPP menyebut total utang BUMN mencapai Rp6.791 triliun. Untuk periode yang sama, SUSPI menyebut utang korporasi publik bukan lembaga keuangan sebesar Rp1.054 triliun dan utang korporasi publik keuangan sebesar Rp5.023 triliun. Total keduanya hanya sebesar Rp6.077 triliun. Padahal, dalam data sektor korporasi keuangan publik tadi telah termasuk utang Bank Indonesia.
Berdasar data akhir tahun 2021, penulis memprakirakan utang BUMN yang belum tercakup data SUSPI sekitar Rp750 triliun. Dengan memasukkannya, maka utang sektor publik mencapai kisaran Rp14.200 triliun. Rasionya atas PDB menjadi sebesar 83,67%.
Risiko tertinggi tampak dihadapi oleh korporasi publik (BUMN) bukan lembaga keuangan. Berdasar data SUSPI, porsinya yang berdenominasi valuta asing mencapai 71,02%, sedangkan yang berdenominasi rupiah sebesar 28,98%. Yang bersifat utang luar negeri atau kepada pihak asing mencapai 65,87%, dan utang dalam negeri sebesar 34,13%. Terkait jangka waktu pelunasan, yang harus dilunasi dalam waktu kurang dari setahun mencapai 15,78% dari total utangnya.