Charles Darwin bukan hanya terkenal atas sumbangsihnya atas ilmu pengetahuan, kata bijaknya juga begitu menginspirasi.
BARISAN.CO – Pada tahun 1864, Charles Darwin dianugerahi Medali Copley, yang saat itu merupakan kehormatan terbesar dalam sains. Penghargaan itu ditujukan untuk penelitian penting bagi geologi, zoologi, dan fisiologi botani.
Pemenang sebelumnya, seperti Benjamin Franklin, Alessandro Volta, Hans Christian Oersted, dan lain-lain.
Charles Darwin adalah sosok ilmuwan yang mengubah cara kita memahami alam dengan ide-idenya yang sangat revolusioner pada saat itu.
Dia dan rekan-rekan pionirnya di bidang biologi memberi kita wawasan tentang keragaman fantastis kehidupan di bumi dan asal-usulnya, termasuk spesies manusia.
Namun, teori radikalnya membawanya ke dalam konflik dengan anggota Gereja Inggris.
Itu dimulai kala Charles Darwin menerbitkan, On the Origin of Species pada tahun 1859. Beberapa anggota Gereja Inggris geram karena secara implisit dianggap bertentangan dengan kepercayaan penciptaan Ilahi.
Terlepas dari tuduhan penistaan, buku itu justru cepat menjadi buku terlaris.
Kemudian, Charles Darwin menerbirkan The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex pada tahun 1871. Tulisan itu memicu perdebatan yang lebih besar karena menyatakan bahwa manusia berasal dari kera.
Uskup Oxford terkenal bertanya kepada Thomas Huxley yang dijuluki Bulldog Darwin karena mendukung teori evolusinya, “Apakah melalui kakek atau neneknya, dia mengaku sebagai keturunan monyet?”
Terlepas dari serangan itu, keyakinannya dalam penjelasan ilmiah yang paling sesuai dengan bukti tidak tergoyahkan.
Dia ingin agar ide-idenya menjangkau sebanyak mungkin orang dan buku-bukunya dapat dibaca dalam berbagai bahasa. Sebagian dari kesuksesannya telah dikaitkan dengan gaya penulisannya.
On the Origin of Species bahkan pada masanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, Denmark, Belanda, Prancis, Hungaria, Italia, Polandia, Rusia, Serbia, Spanyol, dan Swedia.
Tahun 1837, ketika Charles Darwin mulai bekerja keras pada buku pengamatan multi-volume dari ekspedisi Beagle, dan secara bersamaan mulai serius meneliti transmutasi spesies, Darwin jatuh sakit.
Lalu, dia pindah bersama keluarganya ke sebuah rumah pedesaan di luar London, jauh dari asap dan kotoran di tahun 1842. Dia menjalani kehidupan yang tenang, tidak banyak bersosialisasi, berkonsentrasi pada kehidupan keluarga, dan menulis buku serta karya ilmiah.
Beberapa berspekulasi, selama perjalanannya keliling dunia, Darwin mungkin terjangkit penyakit parasit yang disebut penyakit Chagas yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jantung, yang pada akhirnya menyebabkan kematiannya di usia 73 tahun pada 19 April 1882.
Dan, akhirnya pada tahun 2008 silam, seorang pendeta senior dari Gereja Inggris menyampaikan, berutang permintaan maaf kepadanya karena salah paham atas teori evolusinya. Selain itu, membuat kesalahan dengan reaksi terhadap teori tersebut.
Mengutip Guardian, sebuah esai Good Religion Needs Good Science, yang ditulis kepala urusan publik Gereja, Pendeta Dr Malcolm Brown menyebut, mereka mencoba mempraktekkan kebajikan lama melalui iman dengan mencari pengertian dan han harapan yang membuat beberapa perubahan.
“Agama yang baik perlu bekerja secara konstruktif dengan sains yang baik – dan saya berani menyarankan bahwa yang sebaliknya mungkin juga benar,” ungkapnya.
Malcom menuliskan, orang-orang dan institusi membuat kesalahan dan orang Kristen serta gereja tidak terkecuali.
“Ketika sebuah ide baru yang besar muncul mengubah cara pandang orang terhadap dunia, mudah untuk merasa bahwa setiap ide lama, setiap kepastian, berada dalam penyerangan dan kemudian melakukan pertempuran melawan wawasan baru,” jelasnya.