BARISAN.CO – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berencana untuk melebur 24.400 aplikasi milik pemerintah yang ada saat ini ke dalam satu aplikasi super (super app).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan, rencana tersebut merupakan langkah yang baik karena nantinya jika berjalan dengan baik, maka dinilai lebih efisien dan menghemat anggaran hingga mencapai puluhan triliun.
Menanggapi hal tersebut, pakar keamanan siber Pratama Persadha menyampaikan bahwa saat ini memang terlalu banyak aplikasi yang dimiliki oleh pemerintah, dan langkah Ini adalah akumulasi dari berbagai aplikasi dan web yang memang sudah tidak terpakai, namun juga tidak dimatikan. Misalnya dari kasus bocornya data e-HAC Kemenkes tahun lalu, sistem e-HAC nya sudah tidak dipakai, namun tidak segera ditakedown.
“Jika dilihat saat ini, di pemerintahan banyak dibuat aplikasi yang jumlahnya bisa dibilang tidak sedikit, lalu juga sangat sektoral, dan antar institusi kementrian tidak terintegrasi dengan baik. Setiap K/L (Kementrian dan Lembaga Negara) bahkan memiliki aplikasi yang hampir mirip dengan sistem yang berbeda – beda yang membuat semua data dan layanan terpisah-pisah. Belum lagi pengelolanya yang terkadang tidak jelas karena masih dilakukan oleh vendor,” jelas Pratama dalam keterangannya, Sabtu (16/7/2022).
Bukan tanpa alasan, menurut Pratama, hal semacam ini bisa kita asumsikan banyak terjadi di instansi lainnya, bahkan bila dihitung di pemerintah daerah pasti ada saja sistem yang sudah lama tidak terpakai namun masih “hidup”. Ini membuat lahirnya ancaman baru, pertama soal anggaran, lalu soal data yang simpang siur dan ketiga soal keamanan sistem itu sendiri.
“Sistem yang sudah tidak dipakai biasanya akan ditinggalkan, tidak dicek berkala, apalagi jika SDM IT sangat terbatas di instansi pemerintah. Jadi kita tidak kaget bila ada banyak aplikasi yang dimiliki oleh instansi pemerintah,” tegas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Ditambahkan Pratama, Beberapa waktu lalu bahkan terungkap banyak situs judi yang menyusup ke berbagai situs pemerintah. Padahal situs pemerintah ini aktif, postingannya baru, bisa disimpulkan tidak terjadi pengecekan berkala sehingga situs judi bisa menyusup masuk dan aktif digunakan transaksi.
“Sebenarnya Indonesia bisa memiliki aplikasi sistem satu pintu bagi masyarakat atau korporasi untuk mengakses pelayanan pemerintah, karena di tiap daerah biasanya ada sistem satu pintu untuk layanan. Selain itu, ada dukcapil juga yang sudah memberikan akses ke instansi pemerintah dan swasta untuk mengecek data kependudukan. Jadi sebenarnya kita bisa membuat super apps bagi layanan satu pintu. Namun ini perlu dilakukan riset juga lebih dulu, super apps yang akan dibuat cukup satu atau beberapa, menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat, swasta dan instansi pemerintah sendiri,” terangnya.
Pratama menggarisbawahi bahwa untuk membuat super apps ini perlu beberapa hal, yaitu adanya pusat data nasional, yang merupakan server utama untuk nantinya menyimpan dan mengolah seluruh data yang masuk, terutama data kependudukan. Lalu yang harus disiapkan juga adalah program satu data nasional, jadi harus jelas data mana dari siapa yang digunakan dalam super apps ini.