Scroll untuk baca artikel
Kolom

26 Tahun Sesudah Reformasi 1998

Redaksi
×

26 Tahun Sesudah Reformasi 1998

Sebarkan artikel ini
26 Tahun Sesudah Reformasi 1998
Ilustrasi foto/CNN Indonesia

Foto berjudul Swara Rakyat karya Yusnirsyah Sirin, misalnya, yang diambil di Jalan Meruya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 4 Mei 1998 menggambarkan suasana itu dengan komplit. Gambar mahasiswa yang duduk di depan barisan polisi.

Sejumlah spanduk berisikan kritik dan pesan pada penguasa terbaca jelas. Tak ada yang menyangka, unjuk rasa damai yang manis itu seminggu berikutnya berubah menjadi tragedi dahsyat.

Pada 12 Mei, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak di kampusnya saat demonstrasi. Mereka adalah Hafidhin Royan (mahasiswa Teknik Sipil), Hendriawan (Ekonomi), Elang Mulia Lesmana (Arsitektur) dan Hery Hartanto (Teknik Mesin). Kejadian itu memicu kemarahan warga di seluruh Republik. Sehari setelah itu, kerusuhan besar melanda Jakarta dan kota-kota lain.

Seolah ada kekuatan gelap yang merayap dan mengendalikan, ribuan orang menjadi begitu beringas dan angkara murka pun merajalela. Mereka menjarah dan membakar pertokoan atau pusat perbelanjaan. Juga mobil dan sepeda motor di jalan raya.

Banyak orang tewas terpanggang. Aparat keamanan menghilang. Api dan asap dimana-mana. Mosista Pambudi mengabadikan keadaan itu dengan dua gambar menawan : Awal Tragedi serta Capung-capung dan Kabut Kerusuhan.

Foto Awal tragedi menampilkan seorang laki-laki bertelanjang dada berlari-lari membawa bendera di dekat pos polisi Grogol yang dibakar massa pada 13 Mei 1998. Sedangkan foto Capung-capung dan kabut kerusuhan dibidik dari puncak Gedung Antara, Merdeka Selatan menggambarkan helikopter aparat keamanan yang melayang-layang tak berdaya menembus kabut dari asap gedung-gedung yang dibakar massa.

Hari berikutnya, 14 Mei amuk massa masih terus berlanjut. Jaka Sugiyanta dan Hermanus Prihatna memotret kerusuhan di kawasan Tanah Abang dan Saptono merekam mobil-mobil yang hangus dibakar di Jalan Mangga Besar.

Sementara Oscar Motuloh, Yudhi Soerjoatmodjo dan Hadijanto merekam berbagai kejadian pada 15 Mei 2008. Saat itu kerusuhan di pusat-pusat ibukota telah berhenti, namun di pinggiran ibukota massa masih mengamuk.

Setelah amuk massa tak terkendali itu yang tertinggal adalah kehancuran dan puing-puing. Bangkai-bangkai kendaraan yang dibakar massa menumpuk di mana-mana, di Cileduk misalnya yang disajikan secara menarik melalui foto berjudul Puing Angkara karya Hadiyanto.

Tetapi juga korban manusia jatuh dimana-mana. Ratusan manusia –entah siapa-terpanggang api di berbagai pusat perbelanjaan dan dimakamkan secara massal dekat Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.