Scroll untuk baca artikel
Berita

Civitas Akademika UGM Tolak Revisi UU TNI, Tegaskan Supremasi Sipil

×

Civitas Akademika UGM Tolak Revisi UU TNI, Tegaskan Supremasi Sipil

Sebarkan artikel ini
UGM Tolak Revisi UU TNI
Mahasiswa UGM/Foto: Istimewa

Reformasi terancam! Civitas Akademika UGM menolak revisi UU TNI yang dinilai dapat mengembalikan dwi fungsi militer di Indonesia

BARISAN.CO – Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan sikap menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang dinilai bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara bertajuk “Kampus Jaga Reformasi, Tolak Dwi Fungsi” yang dihadiri oleh berbagai lembaga akademik di lingkungan UGM.

Dalam pernyataan resminya, civitas akademika UGM menegaskan bahwa supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum adalah prinsip mendasar dalam negara hukum demokratis sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Mereka menyoroti bahwa revisi UU TNI yang diajukan dinilai berpotensi memperkuat impunitas bagi anggota TNI dan bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang telah menegaskan pemisahan peran militer dari ranah politik dan sosial.

Menurut mereka, pelanggaran hukum dan tindakan pidana yang dilakukan oleh anggota militer harus tunduk pada sistem hukum pidana sipil. Jika prinsip ini diabaikan, maka dikhawatirkan TNI akan bertindak sewenang-wenang tanpa akuntabilitas yang jelas.

Proses Legislasi Dinilai Tidak Transparan

Civitas akademika UGM juga mengkritik proses penyusunan revisi UU TNI yang dinilai tidak transparan dan mengabaikan partisipasi publik.

Mereka menyoroti bahwa pembahasan revisi UU tersebut dilakukan secara tertutup di hotel mewah, bukan di gedung DPR yang merupakan simbol representasi rakyat.

Hal ini, menurut mereka, bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menggarisbawahi pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan hukum.

Mereka juga menyoroti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI yang mencantumkan perluasan posisi jabatan bagi anggota TNI aktif, termasuk di ranah peradilan.

Hal ini dinilai mengancam independensi lembaga peradilan dan bertentangan dengan prinsip dasar supremasi sipil yang seharusnya ditegakkan dalam sistem demokrasi.

Dalam pernyataannya, civitas akademika UGM menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak hanya menjadi kemunduran demokrasi, tetapi juga mengancam tatanan reformasi TNI yang telah diperjuangkan sejak 1998.

Mereka menolak segala bentuk upaya yang menarik kembali peran TNI ke dalam ranah sosial, politik, dan ekonomi, karena hal ini dinilai akan menghambat profesionalisme militer dan membawa Indonesia kembali ke era otoritarianisme.

Atas dasar tersebut, mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan revisi UU TNI yang dianggap terburu-buru, tidak transparan, serta mengabaikan aspirasi publik.

Mereka juga meminta TNI dan Polri untuk melakukan reformasi internal guna meningkatkan profesionalisme dan memulihkan kepercayaan masyarakat.