BARISAN.CO – Pada 4 Maret 1621, Pemerintah Hindia-Belanda membentuk pemerintahan Stad Batavia (Kota Batavia) di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten.
Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kelapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan Kerajaan Sunda.
Pelabuhan Sunda Kelapa yang kecil merupakan satu di antara enam pelabuhan kecil yang menjadi tempat pengiriman barang-barang dari luar negeri ke kawasan hulu sungai ke kerajaan lama Sunda di dataran tinggi Jawa Barat.
Sanusi Pane dalam Sedjarah Indonesia (1955) menuliskan, Sunda Kelapa pada masa Pajajaran sudah dikenal sebagai kota pelabuhan internasional. Bandar dagang ini menjadi tempat bertemunya kaum saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari Eropa dan Timur Tengah
Demi menghentikan pencaplokan kawasan oleh bangsa Portugis, pemimpin Muslim di Demak, Fatahillah menaklukkan pelabuhan ini di tahun 1527 dan memberinya nama Jayakarta.
Sejak tahun 1596, orang-orang Belanda sudah biasa berkunjung ke pelabuhan Banten yang terletak di dekatnya, dan di tahun 1610 mereka membangun sebuah loji dan gudang di Jayakarta.
Dalam buku Batavia Kota Hantu (2010), Alwi Shahab menjelaskan, dalam salah satu isi perjanjian, pihak Jayakarta memperbolehkan orang Belanda membuat gudang dan mengambil kayu untuk pembuatan kapal-kapalnya di Teluk Jakarta.
Jan Pieterszoon Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) secara diam-diam mendirikan benteng pada 1617. Pendirian benteng itu kemudian tercium oleh Pangeran Jayakarta. Dirinya mengaku tak senang dengan tabiat Belanda, sehingga Sang Pangeran meminta bantuan Inggris untuk menyerang benteng VOC.
Mendapat serangan itu, Coen memutuskan mundur ke Banda, Maluku untuk menggalang bantuan lebih besar dalam menghadapi kedua kekuatan. Selepas kepergian Coen, benteng Belanda secara ajaib selamat.
Hal itu sebenarnya bukan karena kepahlawanan orang-orang Belanda, melainkan karena Inggris maupun pangeran Jayakarta yang masing-masing ingin menguasai benteng itu. Sementara, Sultan Banten tidak mau membiarkan salah satu dari mereka memilikinya.
Dalam nuansa penuh frustasi, garnisun Belanda hampir menyerahkan Benteng kepada Pangeran Jayakarta. Kelak, pasukan Banten mencegahnya sehingga wilayah Jayakarta direbut oleh Kesultanan Banten.
Imbasnya Pangeran Jayakarta terusir dari daerah kekuasaannya sendiri. Tak hanya itu, diusirnya Pangeran Jayakarta membuat Inggris mundur teratur karena lebih mementingkan permukiman dan barang-barangnya di Pelabuhan Banten.
Pada saat Coen kembali dari Banda membawa bala bantuan pada 29 Mei 1916, Coen langsung memimpin seribu pasukan untuk merebut Kota Jayakarta dari kekuasaan Kesultanan Banten.
Setelah berjaya meruntuhkan Jayakarta, Coen lantas memerintahkan pembangunan sebuah benteng baru yang lebih besar dan kuat. Selain itu, ia juga membangun kota kecil untuk tempat bermukim orang-orang Belanda yang telah turut bertempur bersamanya.
Kota itulah yang dikenal sebagai Batavia, kendati Coen sebenarnya ingin memberinya nama Nieuw Hoorn alias Hoorn Baru, mengacu kepada kota kelahirannya di Belanda. Namun, usulan Coen terkait penamaan itu tidak disetujui para petinggi VOC.
Petinggi VOC lebih memilih Batavia, demi menghormati nenek moyang mereka dari suku Jerman (di Belanda) yang bebas dan merdeka, yaitu Batavi, yang menduduki delta sungai Rhine di zaman Romawi.
Tanggal 4 Maret 1621, nama Batavia dikukuhkan. Pemerintah daerahnya pun dibentuk. Sejak saat itu, Batavia resmi menjadi pusat kekuasaan VOC. Pengaruh ekonomi VOC semakin kuat dengan dimilikinya hak monopoli perdagangan. Masa inilah yang menjadi sandaran perluasan kekuasaan Belanda mengendalikan Nusantara hingga berabad-abad lamanya.