41. Penengah adalah sayap dari si pencari.
42. Manusia duniawi adalah seperti musafir yang sedang dibawa sementara ia tertidur.
Ketiadaan sahabat berarti keterasingan.
43. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan lebih enak daripada meminta pada orang yang tak pantas.
44. Jangan merasa malu karena (hanya) memberikan sedikit, karena penolakan adalah lebih kecil dari (yang sedikit) itu.
45. Menahan diri adalah perhiasan kemiskinan sedang syukur adalah perhiasan kekayaan.
46. Apabila yang Anda tuju tak tercapai, maka janganlah cemas tentang apakah Anda dahulunya.
47. Anda tak akan mendapatkan orang jahil kecuali pada salah satu ujung ekstrem (yakni yang lalai atau yang berlebih-lebihan).
48. Ketika akal meningkat, kata-kata menyingkat.
49. Waktu mengauskan tubuh, menyegarkan hasrat, membawa kematian lebih dekat, dan membawa pergi aspirasi-aspirasi. Barangsiapa berhasil dengannya, menghadapi kesusahan, dan barangsiapa tak mendapatkan kebaikannya, pun mengalami kesukaran.
50. Barangsiapa menempatkan diri sebagai pemimpin rakyat, ia harus mulai mendidik dirinya sendiri sebelum mendidik orang lain; dan pelajarannya haruslah melalui perilakunya sendiri sebelum mengajar dengan lidah. Orang yang mendidik dan melatih dirinya sendiri lebih berhak mendapat penghormatan ketimbang orang yang mendidik dan melatih orang lain.[]
Pesan dan Nasehat di Balik Kata-Kata Bijak
Kata-kata bijak dari Ali bin Abi Thalib bukan hanya rangkaian kalimat yang indah, namun juga mengandung pesan dan nasehat yang mendalam.
Setiap ungkapannya sarat dengan nilai-nilai kehidupan universal yang relevan hingga kini. Dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan modern, petuah Ali bin Abi Thalib menawarkan panduan moral dan spiritual yang dapat diterapkan oleh siapa saja.
Misalnya, salah satu kata bijaknya yang terkenal adalah, “Kesabaran itu ada dua macam: sabar terhadap sesuatu yang tidak kau ingin, dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kau ingini.” Pesan ini mengajak kita untuk memiliki kesabaran dalam segala aspek kehidupan, baik dalam menghadapi kesulitan maupun dalam mengendalikan keinginan.
Dalam konteks kehidupan modern, penerapan nilai ini dapat diwujudkan dalam upaya kita untuk tetap tenang di tengah tekanan pekerjaan atau tantangan sehari-hari, serta menahan diri dari godaan yang dapat membawa dampak negatif.
Nilai-nilai kebijaksanaan Ali bin Abi Thalib juga tercermin dalam kata bijaknya tentang keadilan, seperti, “Keadilan itu menempatkan sesuatu pada tempatnya.”
Dalam dunia yang penuh ketidakadilan, prinsip ini mengingatkan kita untuk selalu berlaku adil dalam keputusan dan tindakan kita. Sebagai contoh, dalam lingkungan kerja, praktik keadilan dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap karyawan, serta mengambil keputusan berdasarkan meritokrasi dan bukan nepotisme.