BARISAN.CO – Zakiah Aini, perempuan 25 tahun, menerobos Mabes Polri dan menembakkan 6 bola besi dari airgun miliknya ke arah polisi. Aksi Zakiah Aini semakin menghapus bayangan dalam benak masyarakat bahwa pelaku teror biasanya laki-laki.
Meski demikian, Zakiah Aini bukanlah teroris perempuan yang pertama. Ada beberapa pendahulunya untuk disebutkan, termasuk yang paling segar dalam ingatan, seorang istri di Makassar yang ikut suaminya meledakkan diri di depan Gereja Katedral.
Sebelum itu, pada 2018, ada pula pasangan suami istri beserta keempat anaknya menjadi bomber di depan gereja di Surabaya dan menewaskan 18 orang—termasuk keenam pelaku. Empat bulan setelahnya, ada juga pasangan suami istri yang melemparkan bom panci ke Polres Indramayu. Namun, bom tersebut tidak meledak dan kedua pelaku ditangkap.
“Dalam kasus-kasus terorisme ada tren peningkatan terlibatnya perempuan sejak 2018 (13 orang) sampai ke 2019 (15 orang). Jumlah tahanan napi terorisme perempuan antara 2000-2020 tercatat sejumlah 39 orang.” Seperti yang disampaikan peneliti Hukum dan HAM LP3ES oleh Milda Istiqomah dalam webinar LP3ES, 02 April 2021.
Milda menambahkan, bahwa 90 persen napi terorisme perempuan dipidana dengan Pasal 13 (support atau kemudahan terhadap pelaku tindak terorisme) dan Pasal 15 (perbantuan, dan percobaan permufakatan jahat). Dalam logika hukum ini, tampak adanya warna feminitas yang membuat perempuan diposisikan sebagai pemeran tambahan.
“Semula memang perempuan berperan sebagai invisible roles atau belakang layar, yakni pembawa pesan, perekrutan, mobilisasi, propaganda, serta ideological supporter (regenerasi ideologi). Belakangan peran tersebut bergeser ke visible roles yakni pelaku bom bunuh diri, dan juga active combatant yakni pejuang, penyedia senjata, perakit bom.” Kata Milda Istiqomah.
Aspek motivasi, lanjut Milda Istiqomah, turut memengaruhi perempuan dalam tindak terorisme. “Hal itu didasari pula oleh diskriminasi dan perasaan terpinggirkan/tersubordinasi yang dialami perempuan. Hal demikian banyak terjadi di Timur Tengah. Selain faktor dendam akibat anggota keluarganya terbunuh seperti kelompok black widow di Rusia,” jelasnya.
Aspek motivasional itu menjadi persoalan yang cukup pelik. Apalagi, hari ini makin banyak perempuan bersemangat untuk melepaskan diri dari peran gender tradisional. Jika semangat itu bertemu dengan motivasi yang salah dari orang yang salah, maka, teroris perempuan seperti Zakiah Aini akan terus bermunculan.
Mengurai Keterlibatan Perempuan
Kenapa perempuan semakin dalam terlibat terorisme? Sebuah penelitian Government Technology & Service Coalition’s Homeland Study Today menemukan sepuluh alasan perempuan Barat begabung dengan kelompok teror.